Bengkulu (Segmennews.com)-Upaya Polda Bengkulu menangkap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kompol Novel Baswedan terkait kasus penganiayaan hingga mengakibatkan kematian menggelinding menjadi isu nasional. Kasus ini mempertajam gesekan antara Polri dan KPK.
Sejauh mana keterlibatan Novel Baswedan dalam kasus penembakan 6 tersangka pencurian sarang burung walet tahun 2004 lalu? Benarkah Novel ikut menembak atau hanya memberi perintah? Dari 6 tersangka kasus pencurian tersebut, pihak yang melaporkan kembali ke Polda Bengkulu, ternyata bukan keluarga korban Mulyan Johani alias Aan yang tewas. Tetapi 2 korban yang mengalami luka tembak yakni Erwansyah Siregar (luka tembak di kaki kiri) dan Dedi Mulyadi (luka tembak kaki kanan). Tiga tersangka lainnya adalah Rizal Sinurat, Ali dan Doni, semuanya ditembak di bagian kaki. Menurut pengakuan Erwansyah Siregar dan Dedi Mulyadi melalui penasihat hukum (PH), Yuliswan, SH, MH, pada saat kejadian penembakan tersebut, suasana Pantai Panjang Ujung sangat gelap. Sehingga, keduanya tidak bisa memastikan siapa yang melakukan penembakan, apakah Kasat Serse Novel Baswedan ataukah anak buahnya. Menurut keterangannya tadi malam, Yuliswan membenarkan dirinya selaku PH Erwansyah Siregar atau Iwan Siregar mengangkat kembali kasus tahun 2004 tersebut. Namun versi Yuliswan, dia bukan melapor ulang ke Polda Bengkulu, melainkan mengirim surat kepada Kapolri untuk menuntut keadilan atas dua kliennya. Permintaan keadilan itu tertera melalui surat tertanggal 21 September 2012 lalu dengan nomor surat 079/SP/A-YOR/09/2012. Dalam surat tersebut Yuliswan, SH, MH selaku kuasa hukum Iwan Siregar dan Dedi Nuryadi menyampaikan kepada Kapolri yakni kronologis peristiwa penembakan terhadap 6 tersangka pencurian burung walet yang terjadi di Pantai Panjang Ujung Kota Bengkulu. Yuliswan menuturkan, sekira Rabu malam Kamis bulan Februari tahun 2004 kliennya ditangkap dengan dugaan melanggar pasal 363 KUHPidana oleh aparat Kepolisian Polres Bengkulu, yang kala itu dibawah pimpinan Kasat Reskrim Iptu Novel. Tempat Kejadian Perkara (TKP) kliennya ditangkap yakni di Jalan S. Parman tepatnya di gedung walet milik Aliang. Kemudian kliennya dibawa ke Reskrim Polres Bengkulu. Sesampai di Polres, kliennya dipukuli oleh anggota Reskrim. Lalu kliennya bersama empat rekannya dibawa keluar gedung Polres menuju Pantai Panjang. Setibanya di Pantai Panjang, kliennya bersama empat rekannya ditembak. Saat ditembak, Erwansyah alias Iwan Siregar ditembak di kaki kiri tepatnya di belakang lutut dan diduga pelurunya masih berada di dalam kaki kliennya tersebut. Selanjutnya Dedi Nuryadi ditembak di kaki kanan di belakang lutut. “Awalnya dibuat surat permintaan keadilan tersebut, Iwan cerita kepada saya bahwa kakinya yang bekas tembakan tersebut sering merasa nyeri. Rasa nyeri tersebut sudah ia rasakan semenjak 2008 lalu. Dengan rasa nyeri tersebut, kemungkinan masih terdapat peluru dikaki kirinya tersebut. Setelah surat disampaikan, pihak Polda Bengkulu menanggapinya,” ujar Yuliswan. Tanggapan dari pihak Polda Bengkulu tersebut diwujudkan dengan melakukan operasi terhadap kaki Erwansyah Siregar. Hasil operasi memang ditemukan ada peluru yang masih bersarang di kaki. “Setelah dioperasi, klien saya sudah tidak ada keluhan lagi. Itu hanya surat permintaan keadilan bukan laporan,” ungkap Yuliswan. Dalam suratnya tersebut, Yuliswan mempertegas, pada saat dilakukan penembakan, kliennya sudah dalam keadaan babak belur dan tidak ada tenaganya lagi. Selain itu, kliennya dalam keadaan kurang sadar. Usai ditembak di Pantai Panjang, kliennya dibawa kembali ke Polres. Setiba di Polres, kliennya beserta empat tersangka lainnya difoto. Usai difoto itulah, salah satu teman kliennya yakni Mulyan Johani alias Aan terjatuh dan meninggal dunia. Siapa polisi yang menembak klien Anda? Versi Yuliswan, menurut pengakuan Erwansyah Siregar dan Dedy Mulyadi, kliennya tersebut tidak mengetahui persis siapa yang melakukan penembakan. Karena saat itu suasana malam gelap. “Menurut pengakuan klien saya, mereka dibawa bersama keempat rekannya ke pantai tersebut dalam kondisi setengah sadar. Saat kejadian (eksekusi penembakan), klien saya mengaku sama sekali tidak mengetahui siapa yang melakukannya. Selain itu, titik (lokasi) di mana dilakukannya penembakan, kliennya saya juga tidak mengetahui,” ujar Yuliswan. Dari mana klien Anda tahu bahwa lokasi penembakan itu di pantai? “Saat saya tanya, mereka tahu di pantai karena merasakan adanya pasir di sekitarnya,” tukas Yuliswan. Dari kronologis kejadian tersebut, Yuliswan meminta Kapolri untuk dapat memproses hukum aparat yang bertanggungjawab atas penganiayaan terhadap kliennya tersebut. Karena menurutnya, tindakan tersebut merupakan indisipliner dan melanggar pasal 351 ayat 2 dan 3 KUHPidana tentang penganiayaan. Selain ditujukan kepada Kapolri, surat yang dibuat Yuliswan juga ditembuskan kepada Presiden RI, Ketua DPR RI, Komnas HAM RI, Kabareskrim Mabes Polri, Kabid Propam Mabes Polri, Ketua Kompolnas serta Kapolda Bengkulu. “Dalam surat saya tersebut sifatnya global, tidak ada yang menyebutkan bahwa yang melakukan penembakan tersebut Novel. Namun di situ saya tulis tolong proses aparat yang bertanggungjawab atas kejadian tersebut. Selanjutnya kalau masih ada sanksi ya silakan, karena Negara kita ini adalah Negara hukum. Selain itu, jangan ada anggapan bahwa saya ada intimidasi dari Polri. Mohon saya jangan dipojokkan, saya haramkan kalau ada Rp 1 pun saya dibayar,” pungkas Yuliswan. (snc/jpnn) |