
Pekanbaru (SegmenNews.com)– Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru menjatuhkan hukuman penjara empat tahun dan denda Rp300 juta kepada mantan Dirut Bank Riau-Kepri Zulkifli Thalib terkait statusnya sebagai terdakwa kasus kredit fiktif.
“Menyatakan terdakwa bersalahan karena melakukan korupsi secara bersama-sama,” kata Ketua Majelis Hakim Ida Bagus Dwiantara di PN Pekanbaru, Selasa.
Hakim Ida Bagus mengatakan terdakwa juga dikenakan denda Rp300 juta yang apabila tidak bisa dipenuhi, maka akan dikenakan hukuman kurungan selama dua bulan.
Suasana haru langsung menyelimuti pihak keluarga Zulkifli Thalib dan pegawai Bank Riau-Kepri yang mengikuti jalannya persidangan. Baik terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan fikir-fikir terhadap putusan tersebut.
Putusan hakim terhadap Zulkifli Thalib lebih rendah dari tuntutan JPU yang menuntut terdakwa dihukum penjara enam tahun dan denda Rp500 juta. Meski begitu, hakim sepakat bahwa terdakwa terbukti melanggar pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001.
Zulkifli Thalib sewaktu menjabat Dirut BPD Riau pada tahun 2002, kini menjadi Bank Riau-Kepri, telah membuat keputusan yang melanggar UU sehingga memperkaya orang lain dan merugikan negara sekitar Rp35,2 miliar.
Usai persidangan, Zulkifli Thalib menyatakan putusan tersebut tidak adil.
“Tentu saja putusan hakim tidak adil karena saya tidak menikmati uang itu,” katanya di lansir dari antara.
Kasus itu bermula pada hasil pemeriksaan Bank Indonesia Pekanbaru yang menyebutkan adanya penyimpangan kredit pada BPD Riau cabang Batam di tahun 2002. Kepala Cabang Batam, Said Zainal Abidin, memberikan kredit investasi kepada 168 debitur dengan besaran masing masing Rp250 juta.
Padahal, pencairan tersebut merupakan rekayasa Said Zainal Abidin dengan PT Karyawira Wanatama untuk pembangunan ruko dan mall di komplek pertokoan Batavia, Batu Aji Batam.
Ternyata, 92 debitur fiktif dan uang mengalir ke PT Karyawira Wanatama.
Kasus itu menyeret Zulkifli Thalib menyetujui pengambilalihan (take over) kredit bermasalah kepada PT Saras Perkasa. Direktur PT Saras Perkasa Arya Wijaya kemudian mengajukan kredit kepada BPD Riau untuk proses pengalihan kredit pembangunan tersebut, dan terdakwa membantu proses kreditnya.
Arya Wijaya saat itu meyakinkan akan meneruskan bangunan mal dan meminta penambahan kredit Rp55 miliar dengan jaminan “cash collateral” berupa deposito di Bank BNI 46 sejumlah Rp100 miliar. Namun, karena jaminan itu tidak diserahkan, pihak bank hanya mengucurkan kredit dengan plafon Rp35,2 miliar.
Sebanyak Rp32,3 miliar diantaranya berupa “take over” satu unit mal, 38 unit ruko dan dua kapling tanah. Sementara Rp3 miliar lagi dalam bentuk uang yang digunakan untuk operasional pembangunan kembali mal serta biaya lainnya untuk proses “take over”.
Syarat “take over” itu menerabas aturan yang berlaku, karena Zulkifli menilai hal tersebut sebagai bentuk upaya penyelamatan bank dari kebangkrutan. (ant/rn)