Teluk kuantan (SegmenNews.com)– Terkait jual beli hutan di wilayah Desa Sumpu, Kejari Kuansing melalui Kasi Intelijen, Bambang Saputra, SH dalam waktu dekat akan memanggil Kepala Desa Sumpu, Muktar.
Selain itu, juga akan dipanggil Kades Inuman, Kades Tanjung Medang
hingga Pangkalan Indarung yang ditenggarai terlibat dalam proses jual beli lahan tersebut.
“Kami akan segera menerbitkan surat panggilan,” kata Herlambang melalui pesan singkatnya, Selasa (7/5/2013)
Keterlibatan oknum pemerintahan desa dalam proses jual beli lahan hutan di wilayah Sumpu yang hingga kini masih berstatus quo itu memberi kemudahan terjadi perambahan kawasan hutan serta mengeluarkan Surat Keterangan Ganti Rugi Tanah (SKGR) yang dikeluarkan Kepala Desa, Surat Kepemilikan Tanah (SKT) yang diterbitkan oleh Kepala Desa dan atau Camat, dan Surat Izin Menggarap Lahan.
Setelah prosedur ini dilakukan, sekelompok orang maupun individu yang menggarap lahan tersebut melakukan transaksi jual beli kepada pengusaha sawit melalui agennya yang bernama Marwan alias Uan.
Namun ada juga cara lain yang dilakukan mafia tanah, yakni dengan melibatkan sekelompok masyarakat atau individu hanya sebatas perintis lahan dengan cara memasang pancang atau patok untuk menentukan batas lahan, lalu mafia tersebut berkoordinasi langsung dengan Kades setempat untuk dibuatkan surat menyurat, sehingga lahan tersebut seakan-akan sah dimiliki sekelompok orang dan kemudian dijual kepada agen yang telah ditunjuk oleh pengusaha sawit.
Selain itu, modus perolehan dan penguasaan lahan di Kawasan sumpu tersebut ada beberapa cara. Di antaranya, dengan bekerja sama antara koperasi dengan perusahaan perkebunan.
Data yang didapat, terdapat beberapa koperasi bekerja sama dengan perusahaan kelapa sawit dalam penguasaan hutan untuk pengembangan kelapa sawit.
Kemudian, investigasi di lapangan, sebagian besar perolehan lahan atau asal penguasaan lahan diperoleh dari praktik jual beli. Praktik ini hampir terjadi disemua kelompok perambah, kecuali pada kelompok yang mengatasnamakan koperasi yang bekerja sama dengan pihak perusahaan.
Proses jual beli ini ada yang secara terang-terangan menyebutkan transaksi jual beli, namun ada yang hanya menyebutkan sebagai uang pengganti administrasi.
Dari investigasi menemukan harga 1 hektare tanah nilainya antara Rp3juta hingga Rp7 juta. Harga lahan ini tergantung dari posisi lahan yang dijual. Di mana, semakin mudah diakses harganya akan semakin tinggi.
Setelah proses jual beli terjadi, penguasaan lahan lebih cepat dengan kemudahan pengurusan dan proses kepemilikan lahan seperti Surat Keterangan Ganti Rugi Tanah (SKGR) yang dikeluarkan Kepala Desa, Surat Kepemilikan Tanah (SKT) yang diterbitkan oleh Kepala Desa dan atau Camat, dan Surat Izin Menggarap Lahan (SIML) dikeluarkan oknum tokoh adat.
Penguasaan lahan kelapa sawit yang terbesar lainnya dengan menggarap sendiri, Kebanyak lahan garap sendiri umumnya oleh warga tempatan karena adanya pengakuan hak adat atau wilayah desa oleh masyarakat tempatan. Namun jumlah perambah yang menggarap lahan sendiri jumlahnya sedikit.
Sementara itu, Kadis Kehutanan Kuansing, Pebrian Swanda, kepada wartawan, beberapa waktu lalu mengakui maraknya aksi penjualan lahan di hutan seluas 900 hektare di sekitar Desa Sumpu dan Pangkalan Indarung. Namun menurutnya aktivitas tersebut tetap tidak bisa dibenarkan, karena tidak jelas orang yang berhak menjualnya. (Hs/kn)