Menolak Kontes Miss World

 

Ketua Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Wialayah Riau, Ustadz Ir Muhammadun, Msi
Ketua Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Wilayah Riau, Ustadz Ir Muhammadun, Msi

Setelah berhasil menggelar ajang ratu-ratuan, ada Puteri Indonesia dan juga Miss Indonesia, rupanya orang-orang di balik ajang tersebut ingin meningkatkan skala penyelenggaraannya.

Tak hanya bersifat lokal tapi internasional. Mungkin mereka sudah menghitung kekuatan yang kontra dengan acara buka aurat ini. Makanya mereka cukup berani. Dan tak tanggung-tanggung, acara itu akan digelar di Sentul, Kabupaten Bogor yang memiliki motto ‘Tegar Beriman’ dan dikenal religius.

Ajang ini akan digelar September 2013 nanti. Tapi jauh hari panitia sudah melobi ke sana ke mari, termasuk sowan ke Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Tampaknya sang gubernur ini tak keberatan (jpnn.com, 4/4/2013). Yang justru keberatan adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor dan ormas Islam yang ada di sana.

Dukungan terhadap penolakan ini juga datang dari ormas Islam yang ada di Kota Bogor. Mereka menilai ajang Miss World ini penuh kemaksiatan sehingga tidak layak dilaksanakan di Bogor, di Jawa Barat, bahkan di Indonesia.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang terkenal sekuler, Daoed Joesoef, pun menentang keras berbagai kontes kecantikan.

Dalam bukunya, Dia dan Aku: Memoar Pencari Kebenaran (2006), ia menulis: “Pemilihan ratu-ratuan seperti yang dilakukan sampai sekarang adalah suatu penipuan, di samping pelecehan terhadap hakikat keperempuanan.

Tujuan kegiatan ini adalah tak lain dari meraup keuntungan berbisnis, bisnis tertentu; perusahaan kosmetika, pakaian renang, rumah mode, salon kecantikan, dengan mengeksploitasi kecantikan yang sekaligus merupakan kelemahan perempuan, instink primitif dan nafsu elementer laki-laki dan kebutuhan akan uang untuk bisa hidup mewah”.

Menurut Daoed Joesoef, wanita yang terjebak ke dalam kontes ratu-ratuan, tidak menyadari dirinya telah terlena dan terbius. Itu ibarat perokok atau pemadat yang melupakan begitu saja nikotin candu yang jelas merusak kesehatannya. Kata Daoed Joesoef.

“Pendek kata, kalau di zaman dahulu para penguasa (raja) saling mengirim hadiah berupa perempuan, zaman sekarang pebisnis yang berkedok lembaga kecantikan, dengan dukungan pemerintah dan restu publik, mengirim perempuan pilihan untuk turut ‘meramaikan’ pesta kecantikan perempuan di forum internasional”.

Penjajahan Budaya

Daoed Joesoef benar. Ajang ini sebenarnya adalah ajang bisnis. Miss World dulunya berasal dari acara kontes bikini di Inggris. Sejak dilangsungkan pertama kali oleh Eric Morley tahun 1951 di Inggris, kontes kecantikan ini memang ditujukan dalam rangka bisnis. Sebutan Miss World ini awalnya ‘Bikini Contest Festival’.

Perusahaan bikini yang punya andil besar dalam kontes ini. Kemudian, kontes itu disiarkan langsung melalui televisi. Ternyata, penontonnya banyak sehingga bisa mengalahkan acara sepakbola dan Olympiade. Akhirnya, bisnis ini dikembangkan menjadi bisnis televisi.

Apa yang dilakukan oleh Miss World Organization ini sama persis dengan Miss Universe. Jika Miss World Punya Inggris, Miss Universe adalah milik pengusaha Amerika Donald Trump.

Di Indonesia utusan Miss Universe ini diwadahi oleh ajang bernama Puteri Indonesia, yang disponsori pengusaha Mooryati Soedibjo. Sementara itu, Miss World di Indonesia dikuasai oleh MNC Grup, perusahaan milik taipan Hary Tanoesoedibjo. Istri Hary Tanoe-lah yang punya peran dalam penyelenggaraan ini.

Melalui ajang di Indonesia, MNC akan menjadi pemegang hak siar yang akan dijual kepada stasiun televisi lain di dunia. Konon pemirsa Miss World ini mencapai lebih dari 1 milyar pasang mata. Ajang kontes ini sendiri diikuti oleh 132 negara.

Selain berbau bisnis, kontes-kontesan ini memang mengemban misi politik. Dalam pelaksanannya sejak 1951, ada saja maksud di balik penyelenggaran ajang ini di sebuah negara tertentu. Hal yang sama berlaku pada kontes Miss Universe.

Miss Universe mengemban misi politik Amerika. Riset massif Prof. Pippa Norris dari Harvard Unversity dan Prof Ronald Inglehart dari Michigan University dengan 500 ribu responden di 75 negara selama 6 tahun (1996-2001), menghasilkan rekomendasi pada Barat.

Jika Barat ingin terus melanjutkan hegemoninya, maka harus mendukung dua program ‘penting’. Dua program itu adalah gender equality mainstreaming dan program ‘pornoisasi’. Nah, ajang Miss World adalah bagian dari penjajahan budaya, melegalisasi pornografi dan pornoaksi.

Berbahaya

Ajang Miss World seolah biasa saja. Tapi bila didalami, pemilihan wanita cantik ini akan menodai citra Indonesia sebagai negeri muslim terbesar di dunia. Dengan penyelenggaraan di Indonesia, bisa jadi tujuannya kian meliberalkan kaum Muslim dunia. Ibarat kata: Indonesia yang mayoritas Muslim bisa menerima Miss World, seharusnya negara lain bisa juga.

Ajang ini juga menjadi arena untuk merusak moral generasi muda Indonesia. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi pada mereka dengan melihat siaran langsung buka-bukaan aurat ini.

Moral mereka akan rusak. Lebih dari itu, terlaksananya ajang ini akan membuat dosa bagi rakyat negeri ini. Jelas-jelas itu kemaksiatan, kenapa tetap dilangsungkan? Terlebih lagi acara ini akan bisa mendatangkan dosa bagi para pejabat, baik dari tingkat pusat hingga daerah yang merestui acara ini berlangsung.

Kemaksiatan itu terjadi karena acara ini bertentangan dengan ajaran Islam. Wanita diperintahkan menutup aurat, ajang Miss World ini justru mengumbar aurat. Kontes ini juga mengeksploitasi para wanita. Miss world merupakan bagian dari peradaban Barat untuk menjajah negeri Islam.

Bagaimana tidak menjajah jika tujuannya untuk mengeruk keuntungan dari sana sekaligus merusak penduduknya.

Harus Ditolak

Maka penolakan terhadap penyelenggaraan ajang Miss World di Sentul oleh kaum Muslim adalah sebuah keharusan. Sebaliknya pembiaran terhadap ajang ini dikhawatirkan bisa mendatangkan musibah bagi negeri ini. Ajang ini tidak membawa kebaikan, tapi justru banyak mudharatnya.

Makanya, jauh hari sebelum pelaksanaan, kaum Muslim sudah menunjukkan kepeduliannya untuk menolak kontes wanita lajang ini. Masih banyak jalan yang bisa ditempuh untuk mempromosikan keindahan Indonesia, tanpa harus mengorbankan kehormatan kaum wanita. Jangan sampai, ajang ini malah mengokohkan penguasaan kapitalis lokal dan asing dalam sendi-sendi kehidupan kaum Muslim.

Hadirnya berbagai kontes wanita ini tidak lepas dari peradaban Barat yang menjadikan wanita sebagai komoditas dan perannya hanya sebagai pemuas nafsu seksual belaka. Kondisi ini tidak akan terjadi manakala islam diterapkan.

Wanita dalam pandangan Islam harus dilindungi dan dihormati. Mereka memiliki kemuliaan. Makanya haram hukumnya bagi mereka mempertontonkan auratnya, apalagi dalam kontes di depan umum dan disiarkan ke seluruh penjuru dunia.

Penulis: Ketua Hizbut Tahrir  Indonesia (HTI) Riau,  Ustadz  Ir Muhammadun, Msi

Opini