SegmenNews.com- Berdasarkan data yang dirilis Biro Pencatat Kejahatan Nasional India menyebut sebuah aksi pemerkosaan di sana terjadi tiap 22 menit sekali.
Lalu, apakah tingginya tindak kekerasan seksual di sana turut dipicu film Bollywood yang ditayangkan di India?
Seperti dilansir kantor berita BBC, Rabu 5 Februari 2014, di mata para pelaku industri hiburan India, dugaan tersebut sebagian ada benarnya.
Sutradara terkenal Mira Nair setidaknya berpikir demikian. Nair berpendapat, kendati film-film Bollywood kini mengalami perbaikan kualitas, namun dari segi alur cerita, masih banyak film yang dia tonton terlihat merendahkan sosok perempuan.
“Masih banyak film kami yang ditayangkan dengan stereotip lama. Ketika ada seorang perempuan seksi dan cantik, kemudian dia harus berputar dan berputar saat menari. Dia menjadi objek daya tarik yang besar dan seks yang terkesan sangat vulgar,” ungkap Nair.
Provokasi Pria
Adegan lainnya yang membuat Nair resah yakni, ketika karakter perempuan di suatu film diharuskan menari sesuai dengan koreografi tertentu dan bahkan secara seksual memprovokasi penonton pria. Adegan semacam itu, kata Nair, hampir ada di setiap film Bollywood.
“Dalam beberapa film Bollywood belakangan ini, para aktris terkenal menari dikelilingi para pria. Saya benar-benar mempertanyakan hal ini. Menurut saya, adegan itu tidak mencerminkan interaksi yang terhormat antara pria dengan wanita,” tuturnya.
Nair juga mencatat kemegahan dan kemewahan yang digambarkan di dalam film Bollywood dan program televisi. Dalam tayangan tersebut kerap digambarkan para perempuan India berkarier dan menjadi perempuan modern.
Menurut Nair, pencitraan demikian malah membuat para pria kesal dan memicu terlibat dalam satu kekerasan seksual.
“Ada kemarahan dalam mata para pria muda India ketika mereka melihat para perempuan modern India keluar dari bioskop dan naik ke dalam bus. Yang ada dalam pemikiran mereka seperti bagaimana mungkin seorang perempuan bisa lebih maju ketimbang saya,” papar Nair.
Senada pendapat dari salah satu aktor besar Bollywood, Aamir Khan. Menurutnya, beberapa adegan di film Bollywood dibuat seolah-olah lazim untuk dilakukan. Salah satunya adegan pria yang kerap menguntit wanita.
“Sebenarnya hal itu sangat disayangkan. Apa yang ada di dalam film, seolah-olah menunjukkan kepada diri kita bahwa hal itu boleh dilakukan. Hal itu sungguh menyedihkan,” ungkap Khan.
Namun, tidak semua pelaku industri Bollywood setuju dengan pola pikir demikian. Salah satunya, Shah Rukh Khan yang memiliki 3,5 miliar penggemar. Khan mengatakan dengan tegas bahwa film-film India dibuat tidak dengan tujuan untuk merendahkan martabat perempuan.
“Kalau ada orang yang berpikir demikian, berarti dia rabun,” ujarnya.
Menurut Khan, setiap pelaku industri hiburan di Bollywood sudah paham betul bahwa ini hanya sekedar bagian dari pekerjaan di dunia hiburan.
“Jadi kapan pun mereka bernyanyi atau menari yang kerap dikatakan dapat merangsang orang lain, bahkan terkesan merendahkan, maka itu sudah menjadi pilihan dari pelaku industri tersebut,” ucapnya.
Khan menambahkan seorang aktris atau aktor seharusnya menyadari betul perannya sehingga ketika diminta melakukan adegan tersebut tidak merasa dipaksa.
Khan pun menolak adanya kaitan antara film Bollywood dengan tingginya tindak kekerasan seksual di sana.
“Anda seolah-olah mengatakan bahwa ketika Anda menonton aksi kekerasan di bioskop, lalu tindak kekerasan tersebut akan terjadi di jalan-jalan. Saya bahkan belum pernah melihat ada orang tiba-tiba menjadi humoris karena mereka melihat film komedi,” kata dia.
Kendati ada pro dan kontra, sebagian pelaku industri hiburan Bollywood mengakui bahwa film merupakan salah satu faktor penyumbang terhadap aksi tersebut. Tetapi mereka menolak apabila disebut sebagai faktor utama.
Di mata Aamir Khan, tingginya tindak kekerasan seksual di India, juga disebabkan masih lemahnya penegakan hukum di sana.
“Apabila Anda melihat aksi pemerkosaan sebagai sebuah kejahatan di India, maka sebagian besar dari kasus itu tidak dilaporkan. Jadi, selagi industri film benar-benar merefleksikan diri ke dalam untuk melihat bagaimana kami merepresentasikan perempuan, saya kira permasalahan lebih besar terletak di tata aturan hukum yang tidak diberlakukan secara ketat,” kata dia.***
Red: son
sumber: (BBC/viva)