Jakarta (SegmenNews.com)- Kekerasan seksual yang dilakukan lima oknum petugas kebersihan sekolah bertaraf Internasional di daerah Terogong, Cilandak, Jakarta Selatan, pada pertengahan Maret 2014 lalu menyisakan kepedihan luka fisik dan psikologi kepada murid TK berinisial M (5) yang menjadi korban.
Mirisnya, Bocah disodomi di dalam toilet sekolah itu, saat ini tertular penyakit herpes. Penyakit herpes genital atau disebut juga dengan herpes simplex virus 2 (HSV-2) adalah penyakit menular seksual yang menyerang daerah alat kelamin dan area genital penderita.
Setelah seseorang terinfeksi, maka virus ini akan berada di dalam tubuh dalam waktu yang lama, kecuali disembuhkan. Infeksi pada kulit yang disebabkan virus ini dapat menyebabkan kekambuhan, jika imun tubuh jelek, bahkan bisa sampai dua atau tiga kali dalam sebulan.
Tak hanya itu, korban saat ini mengalami guncangan psikologi yang amat sangat. Pihak sekolah harus bertanggungjawab terhadap kasus tersebut.
Pemerhati Anak, Seto Mulyadi dikutip dari laman okezone.com, Selasa (15/4/14) mengatakan, bentuk tanggungjawab yang harus dilakukan sekolah yakni dengan meminta maaf kepada pihak keluarga korban dan membiayai pengobatan secara fisik dan psikologis korban.
“Yang paling sulit mengobati psikologis korban karena peristiwa itu telah menimbulkan trauma,” kata pria yang akrab disapa Kak Seto ini.
Pihak sekolah kata dia, telah lengah dalam melakukan fungsi kontrol dan pengawasan. Terlebih, kata Kak Seto, pelakunya merupakan orang yang bekerja untuk sekolah tersebut.
Padahal, lingkungan sekolah seharusnya menjadi tempat paling aman bagi seorang anak mengikuti kegiatan pendidikan.
Hal itu lanjut Kak Seto, telah tertuang dalam Pasal 54 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak yang menyebutkan, anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah, atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.
“Ini menunjukkan keamanan di sekolah masih diragukan. Padahal sekolahnya berstandar internasional,” terang inisiator Undang-undang Perlindungan Anak tersebut.
Lebih lanjut Kak Seto meminta pihak kepolisian mengusut tuntas kasus ini dan mengungkap pelaku lainnya. Para pelaku, lanjutnya, dapat dikenakan Pasal 81 dan Pasal 82 dalam Undang-undang Perlindungan Anak.
“Ancaman hukumannya 15 tahun penjara dan denda sampai Rp300 juta,” tegasnya.***(Son/okz)