Pelalawan (SegmenNews.com)- Warga RT 1 RW 5 Kelurahan Kerinci Barat, Pangkalan Kerinci resah. Pasalnya keberadaan PT Sinar Subur Alumunium (SSA) areal permungkiman, setiap hari membakar limbah sampah yang mengeluarkan bau menyengat dan asap pembakaran cukup pekat dan menyengat hidung.
Pantauan di lapangan terlihat perusahaan yang terletak di jalan Poros Langgam KM 5 itu berfungsi sebagai pengelolaan barang bekas rumah tangga berupa plastik dan alumunium alias kara-kara yang sudah berdiri sejak tahun 2006 lalu.
Namun, PT SSA yang saling membelakangi dengan perumahan penduduk dan sekolah Binaan Khusus Bernas Pangkalan Kerinci ini menjadi persoalan pelik bagi masyarakat dua tahun terakhir ini.
“Perusahaan itu melakukan pengelolaan alumunium dan barang bekas plastik. Setiap hari dilakukan pembakaran dan peleburan. Jadi asapnya mencemari udara dan menimbulkan bau tak sedap,” terang seorang warga RT 1 RT 5.
Maka warga telah lama mengeluhkan dan menolak keberadaan PT SSA tersebut, tetapi hingga kini pihak instansi terkait belum ada mengambil tindakan tegas. Semenara warga khawatir akan kesehatan mereka terutama anak-anak. Karena kepulan asap akibat pembakaran limbah yang menimbulkan pulusi udara.
“Asap yang dikeluarkan perusaah sangat mengganggu penduduk. Selain bau menyengat, asap pekat itu juga membawa bulir-bulir hitam yang lengket ke baju dan badan. Jadi gimana kalau anak-anak menghirup udara seperti itu kondisi udara yang tak sehat lagi,” ulasnya.
Sementara limbah yang dikeluarkan oleh PT SSA belum mendapatkan lisensi dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pelalawan. Selain itu, Perusahaan yang tersembunyi itu tak mengantongi izin terkait operasional pengelolaan alumunium dan plastik dari instansi terkait. Alhasil, belum diketahui kadar limbah dan bahaya yang ditimbulkan oleh limbah PT SSA.
“Setelah kami pelajari, ternyata itu limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Saya tahu pasti tentang itu karena sudah kami cek ke dinas-dinas terkait,” tambah seorang warga lagi yang bekerja sebagai PNS disalah satu Satker minta namanya tidak di publikasikan.
Kondisi polusi pembakaran limbah PT SSA yang disebut-sebut milik Tomy Wijaya bukan saja mengancam warga dan anak-anak tapi juga ratusan anak sekolah yang menuntut ilmu di Sekolah Binsus Bernas. Karena berdekatan dengan Taman Kanak-kanak (TK), SD, SMP, hingga SMA. ”Kalau tidak pindah sesuai waktu kesepakatan, kami akan demo besar-besaran. Kami sudah capek mengadu kemana-mana, tapi tak direspon,” tambahnya.
Erik seorang warga keturunan Tionghoa yang mengaku pengurus di PT SSA, ketika dikonfirmasi di lokasi mengaku sudah satu tahun beroperasi dan melakukan pengelolaan barang bekas. Ia membenarkan izin pengelolaan belum ada baik dari BLH maupun BPMP2T.
“Memang belum ada izinnya. Karena kami mengurus ke BPMP2T sampai sekarang belum ada kabarnya. Jika Amdal dari BLH belum ada juga. Tapi perusahaan kita tidak ilegal,” ungkapnya dengan tangan gemetar sambil memperlihatkan beberapa dokumen perusahaan PT SSA.
Sementara saat rombongan wartawan pulang, seorang pria berinisial SP yang mengaku anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dari Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhana) Hukum dan Ham, meminta agar tidak mengekspose kondisi perusahaan tersebut.
Tapi apapun alasanya demi kepentingan masyarakat banyak dan mengecam beroperasinya PT SSA tetap diberitakan, agar Pemerintah Pelalawan dan instansi terkait dapat mengambil tindakan tegas, walau ada oknum LSM di balik beroperasinya perusahaan tersebut.***(fin)