Jakarta (SegmenNews.com)- Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Gulat Medali Emas Manurung sebagai terdakwa dalam kasus suap alih fungsi hutan di Riau, dengan pidana penjara 4 tahun enam bulan dan denda Rp 150 juta subsideir enam bulan kurungan karena terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Pasal 5 ayat (1).
Perbuatan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Riau itu dianggap terbukti menyogok Gubernur Riau 2014-2019, Annas Maamun, dengan uang sebesar USD 166,100.
“Menuntut terdakwa Gulat Medali Emas Manurung dengan pidana penjara selama empat tahun enam bulan, dikurangi masa tahanan, dengan perintah supaya terdakwa tetap berada dalam tahanan,” kata Jaksa Kresno Anto Wibowo, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (5/2/2015).
Menurut Jaksa Kresno, Gulat memberikan sogokan itu supaya Annas memasukkan areal kebun sawit Gulat dan kawan-kawannya terletak di Kabupaten Kuantan Singingi seluas 1.188 hektar, dan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, seluas 1.214 hektar ke dalam surat revisi usulan perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau.
“Yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 5 (4) dan (6) Undang-Undang nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Serta bertentangan dengan kewajiban Annas Maamun sebagai kepala daerah,” ujar Jaksa Kresno.
Jaksa juga menuntut Kresno dengan pidana denda sebesar Rp 150 juta. Bila tidak dibayar maka harus diganti pidana kurungan selama enam bulan.
Perbuatan Gulat dianggap memenuhi dakwaan primer. Yakni Pasal 5 ayat 1 huruf (b) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001.
Menurut jaksa, dikutip Merdeka, keadaan memberatkan Gulat adalah tidak mendukung upaya pemerintah memberantas korupsi, tidak mengakui terus terang perbuatan, dan selaku pendidik yakni dosen di Universitas Riau dan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah APKASINDO tidak memberi contoh baik bagi masyarakat. Sementara hal yang meringankan adalah bersikap sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum.
Jaksa Kresno menyatakan, rangkaian tindak pidana itu bermula saat Annas mengajukan revisi status lahan hutan di Riau sudah ditawarkan oleh Menteri Kehutanan saat itu, Zulkifli Hasan. Setelah bolak-balik mengirim surat permohonan, Zulkifli akhirnya menyetujui alih fungsi lahan di Riau.
“Selain itu, Zulkifli Hasan secara lisan memberikan tambahan perluasan kawasan hutan menjadi bukan hutan Provinsi Riau maksimal 30 ribu hektar,” sambung Jaksa Kresno.
Ternyata, kabar penambahan alih fungsi lahan itu sampai ke telinga Gulat. Dia lantas kasak-kusuk berusaha mencari cara supaya kebun sawitnya beralih status. Dia lantas bergerilya dengan menemui Annas Maamun supaya mau menyetujui permintaannya. Tetapi, Annas menyuruh Gulat menemui anak buahnya, Cecep Iskandar. Saat itu Cecep meminta peta lahan dimohonkan kepada Gulat. Saat ditelaah, ternyata sebagian lahan itu masuk ke dalam kawasan hutan lindung, dan haram hukumnya diubah-ubah.
“Namun terdakwa meminta agar tetap dimasukkan ke dalam usulan,” lanjut Jaksa Kresno.
Cecep kemudian melapor kepada Annas soal permintaan Gulat dengan memberikan catatan. Tetapi, Annas tidak menghiraukannya dan tetap menyetujui permintaan Gulat dengan meneken surat permohonan kepada Kementerian Kehutanan.
Pada tanggal 21 September 2014, Annas berangkat ke Jakarta dalam rangka urusan dinas sekaligus memantau perkembangan surat usulan revisi tersebut di Kementerian Kehutanan. Keesokan harinya, Annas Maamun mengontak Gulat dan meminta komisi pengurusan sebesar Rp 2,9 miliar.
Namun, saat itu Gulat hanya mampu menyiapkan USD 166,100 atau setara Rp 2 miliar. Duit itu sebagian besar juga meminjam dari pengusaha sekaligus Bendahara Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Riau, yang Edison Marudut Marsadauli sebesar USD 125 ribu atau setara 1,5 miliar. Sementara sisanya kurang lebih USD 41,100 atau setara Rp 500 juta uang milik Gulat. Fulus itu lantas dibawa ke Jakarta buat diserahkan ke Annas. Sayang, tiga hari kemudian penyidik KPK sudah mencium gelagat rasuah dan meringkus Annas dan Gulat di rumah pribadi Annas di Perumahan Citra Gran Blok RC3 Nomor 2 Cibubur, Jawa Barat.
Menurut Jaksa Kresno, dari fakta persidangan terungkap Gulat memang berniat menyuap Annas supaya memasukkan lahan kebun kelapa sawitnya dan rekan-rekannya ke dalam revisi lahan itu. Dia menyatakan perbuatan itu juga dilakukan dengan sadar.
“Sehingga tidak ditemukan alasan pembenar dan pemaaf dalam perbuatan terdakwa,” sambung Jaksa Kresno.
Usai pembacaan tuntutan, Gulat menyatakan akan menggunakan haknya buat mengajukan nota pembelaan (pledoi). Melalui kuasa hukumnya, Jimmy Stephanus Mboi, Gulat juga mengajukan izin berobat di klinik KPK.
“Kami akan mempergunakan hak kami melakukan pembelaan,” kata Gulat.
Ketua Majelis Hakim Supriyono mengatakan sidang dilanjutkan pada Kamis pekan depan dengan agenda mendengarkan pembacaan pledoi. ***(hlc/ran)