Aneh..Kafe Ini Sajikan Makanan Berwadah Kloset Jamban di Semarang

Pengunjung mengambil makanan dari kloset jamban
Pengunjung mengambil makanan dari kloset jamban (viva)

Semarang(SegmenNews.com)- Kafe milik seorang dokter bernama Budi Laksono (52 tahun) di Semarang, Jawa Tengah (Jateng) menjadi kontroversi di tengah masyarakat. Sebab kafe tersebut menyediakan berbagai makanan menggunakan kloset jamban, yang biasa digunakan untuk membuang air besar.

Kafe itu di ‘setting’ menggunakan delapan kloset duduk sebagai tempat menyandarkan tubuh serta dua kloset jongkok sebagai tempat menyajikan makanan dan minuman.

Aneh memang. Tapi menurut Budi, kafe yang ia bangun bukanlah untuk tujuan komersil dan mencari sensasi seperti yang ramai diperbincangkan ratusan ribu netizen selama ini. Kafe miliknya merupakan media kampanye untuk mensosialisasikan pentingnya sanitasi bagi warga, khususnya terkait keberadaan jamban yang masih belum sepenuhnya dimiliki warga Indonesia.

“Kafe ini sudah ada sekitar dua bulan lalu. Jadi ini bukan semata-mata marketing, tapi untuk media diskusi betapa pentingnya sanitasi. Tentu saja kloset itu telah dipastikan steril dari kuman karena telah dibersihkan dengan lima persen alkohol.” kata Budi, Kamis, 30 Juni 2016, lansir viva.co.id.

(foto viva.co.id)
(foto viva.co.id)

Para pengunjung kafe pun tak sembarangan bisa datang di kafe ini. Mereka diharuskan melakukan reservasi terlebih dahulu dengan jam buka antara pukul 18.30 WIB dan pukul 19.30 WIB. Pengunjung lalu akan diajak berdiskusi, serta tukar ilmu tentang masalah krusial sanitasi di Indonesia, khususnya Jawa Tengah.

“Yang datang rata-rata mahasiswa kita. Tujuannya untuk mengajarkan mereka tentang keilmuan sanitasi dalam sesi selama 45 menit. Sudah ada sekira 200 mahasiswa datang ke sini,” ujar Budi.

Diakui Budi pengunjung memang ada yang jijik, tapi banyak yang tidak. Bahkan kita sudah sediakan tempat untuk muntah tapi tidak pernah terpakai.

Budi sendiri merupakan pegiat sanitasi yang selama 15 tahun terakhir berjuang membangun jamban sehat di berbagai pelosok Indonesia bersama sejumlah relawan. Melalui kampanye sanitasi itu, sudah ratusan ribu jamban dibangun, baik melalui dana pemerintah maupun mandiri.

“Indonesia masih ada pembelakangan soal istilah jamban. Banyak yang menganggap itu haram dan menjijikkan. Penjijikan ini yang membuat kita ingin berjuang, karena jamban penting baik dari sisi agama maupun sosial,” beber pria yang menjadi dosen di sejumlah perguruan tinggi negeri di Semarang itu.***(vvc)