Pekanbaru(SegmenNews.com)- Menanggapi eksepsi yang disampaikan penasehat hukum Johar Firdaus dan Suparman, terdakwa perkara suap APBDP tahun 2014 dan APBD 2015. Hari ini, Selasa (8/11/16) Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK meminta hakim menolak eksepsi atau keberatan dari kuasa hukum kedua terdakwa.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, JPU KPK, Tri Mulyono Hendradi menjelaskan bahwa keberatan terhadap kesalahan penulisan pendidikan terhadap terdakwa 1, Johar Firdaus merupakan kesalahan pengetikan (typographical error), namun hal tersebut tidak menjadikan surat dakwaan menjadi batal demi hukum.
Karena pendidikan bukan merupakan hak yang diatur dalam syarat sahnya dakwaan sesuai dengan pasal 143 ayat (2) KUHP. Hal itu sesuai dengan Putusan MA nomor.1014 K/Pid/2006 tanggal 28 November 2006. Menyebutkan bahwa salah ketik atau salah tulis penyebutan waktu tidak menyebabkan surat dakwaaan batal. Maka keberatan terdakwa maupun tim penasehat hukum tidak relevan dan tidak berdasar sehingga harus ditolak dan dikesampingkan.
Selanjutnya, eksepsi soal perbuatan terdakwa merupakan yang dilakukan secara kolektif kolegial, bahwa diketahui juga segala tindakan hukum yang dilakukan oleh terdakwa jelas dan terang berada dalam ranah hukum Administrasi negara, juga masuk dalam ranah hukum perjanjian keperdataan.
Menurut JPU, hal tersebut sudah memasui pokok perkara, karena JPU telah mendakwa terdakwa dengan perbuatan Tindak Pidana Korupsi bersama sama dengan pelaku lain yakni, Kirjauhari, yang perkaranya telah disidangkan dan diputuskan terlebih dahulu di PN, dengan demikian, maka keberatan penasehat hukum haruslah ditolak.
Munculnya nama Riki Hariansyah sebagai pelapor untuk Tindak Pidana Korupsi, juga mengetahui dan ikut menyetujui kesepakatan dan pembahasan APBD 2015, kemudian Riki membuat Laporan sebagaimana yang dituduhkan, hal ini sangat melawan hukum oleh kareana itu Riki hariansyah telah purna Bakti dan APBD telah disahkan oleh itu Riki tidak memiliki Ekceptie Diskualifakatore (pihak yang tidak mempunyai kedudukan/tidak berwenang)
Disampaikan JPU bahwa, setiap warga negara yang mengetahui berhak melaporkan tanpa melihat kedudukan seseorang. Proses penuntutan Korupsi dari KPK mengetahui prosedur hukum acara pidana UU RI nomor 30 tahun 2002. Penasehat hukum terdakwa 1 lebih cepat ke masalah perdata dengan hukum acara yang menyertainya dan tidak berkorelasi dengan perkara ini.
Eksepsi penasehat hukum soal dakwaan JPU tidak cermat dalam menguraikan dakwaan, tidak jelas dan tidak lengkap, mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan tidak menyebutkan waktu dan tempat Tindak Pidana Korupsi dilakukan. Termasuk dalam dakwaan terdakwa 1 dan 2 dilakukan dengan copy paste.
JPU mengaku dakwaan dibuat dalam bentuk alternatif, karena sebagian besar fakta yang didakwakan adalah sama, namun dalam dakwaan tidak sekedar copy paste tetapi pihaknya telah menyesuaikan dengan fakta perbuatan para terdakwa.
Selanjutnya soal eksepsi terdakwa Suparman, JPU menanggapi bahwa eksepsi atau keberatan yang disampaikan penasehat hukum Suparman sudah melampaui ruang lingkup eksepsi, atau materi pokok perkara, baca selengkapnya>>>.(hasran)