Pekanbaru(SegmenNews.com)-Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin (14/11/2016), menggelar sidang perdana gugatan praperadilan yang dimohonkan Wahana Lingkungan Hidup terhadap termohon Polda Riau, terkait SP3 yang diberikan kepada PT Sumatera Riang Lestari, yang diduga membakar hutan dan lahan.
Walhi menunjuk 16 orang Penasihat Hukumnya, seperti Ali Husin Nasution SH, Indra Jaya SH dan Ali Syahbana Ritonga SH, MH.
Dalam persidangan yang dipimpin hakim tunggal Sorta Ria Neva SH, meminta pihak pemohon (Walhi) untuk melengkapi akta Yayasan Walhi,
Sementara dalam gugatannya, Walhi meminta majelis hakim menyatakan tidak sah Perintah Penghentian Penyidikan yang diterbitkan Termohon dalam Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor: SP.Sidik/12/VI/2016/Reskrimsus, tanggal 09 Juni 2016 dan Surat Ketetapan Nomor: S.TAP/14/VI/2016/ Reskrimsus tentang Penghentian Penyidikan, tanggal 09 Juni 2016.
Pemohon (Walhi) juga meminta hakim memerintahkan termohon untuk segera membuka dan melanjutkan penyidikan terhadap Surat Laporan Polisi LP/105/IX/2015/Riau/Res.inhil tanggal 19 September 2015.
Adapun alasannya antara lain, dalam penghentian penyidikan tidak memperlihatkan adanya pertimbangan terhadap alat bukti surat yang merupakan hasil uji laboratorium, guna menilai kerugian akibat perbuatan pidana dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Kemudian tidak adanya keterangan ahli Prof. Dr. Bambang Hero dan Dr. Basuki Wasis dan alat bukti surat uji laboratorium guna menilai kerugian akibat perbuatan pidana dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup memperlihatkan Termohon abai terhadap alat bukti lain yang dapat dipergunakan dalam proses penyidikan perkara ini, sehingga Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor: SP.Sidik/12/VI/2016/Reskrimsus, tanggal 09 Juni 2016 dan Surat Ketetapan Nomor: S.TAP/14/VI/2016/ Reskrimsus tentang Penghentian Penyidikan, tanggal 09 Juni 2016 diterbitkan secara tidak sah dan cacat hukum.
Pemohon (Walhi) juga menilai, penghentian penyidikan melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor: SP.Sidik/12/VI/2016/Reskrimsus, tanggal 09 Juni 2016dan Surat Ketetapan Nomor: S.TAP/14/VI/2016/ Reskrimsus tentang Penghentian Penyidikan, tanggal 09 Juni 2016 memperlihatkan adanya ambiguitas penanganan perkara tindak pidana kebakaran hutan dan lahan, serta tindak pidana lingkungan hidup karena adanya modus yang sama, apabila dibandingkan dengan perkara atas nama tersangka PT Adei Plantatian & Industry.
Dalam penanganan perkara atas nama tersangka PT Adei Plantatian & Industry selanjutnya diputuskan dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana oleh Pengadilan Negeri Pelalawan dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Pekanbaru dioperasionalkan Pasal 99 UU PPLH dengan menghitung kerusakan lingkungan hidup akibat kebakaran seluass ± 40 hektare di areal IUP KKPA-nya. Penghentian Penyidikan Perkara ini ini bertentangan dengan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015 yang pada poin Pertama disebutkan Melaksanakan Aksi PPK Tahun 2015 sebagaimana dimaksud dalam lampiran Instruksi Presiden ini, yang mana pada poin 67 disebutkan mengenai Peningkatan keterbukaan proses penegakan hukum di Kepolisian Republik Indonesia kepada masyarakat.
“Berdasarkan keseluruhan dalil yang diuraikan di atas Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor: SP.Sidik/12/VI/2016/Reskrimsus, tanggal 09 Juni 2016dan Surat Ketetapan Nomor: S.TAP/14/VI/2016/ Reskrimsus tentang Penghentian Penyidikan, tanggal 09 Juni 2016 adalah cacat hukum dan tidak sah. Karena itu, cukup beralasan hukum Termohon diperintahkan untuk melanjutkan penyidikan terhadap Laporan Polisi Nomor: LP/105/IX/2015/Riau/Res.Inhil tanggal 19 September 2015,” ujar Ali Husin Nasution SH.(Hasran)