Jaksa Bentak Guntur, Terdakwa Korupsi Lahan Embarkasi Haji di Persidangan

Terdakwa Guntur memberi keterangan
Terdakwa Guntur memberi keterangan

 Pekanbaru (SegmenNews.com)-Sidang perkara korupsi ganti rugi lahan embarkasi haji dengan terdakwa M Guntur, mantan Kepala Biro Tata Pemerintahan Setdaprov Riau dan Nimbron kuasa pemilik tanah, Selasa (6/12/2016), kembali digelar di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.

Persidangan digelar dengan acara pemeriksaan terdakwa M Guntur. Pada persidangan ini, Jaksa Penuntut Umum dibuat kesal dengan sikap terdakwa Guntur yang tidak menjawab pertanyaan dengan jelas. Jaksa sempat menghardik terdakwa dengan nada keras.

Ketegangan antara Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa beberapa kali terlihat. Bahkan dengan Penasehat Hukum terdakwa yang membela sikap terdakwa.

Majelis hakim yang diketuai Joni SH berkali kali mengingat keduanya, bahkan hakim mengancam akan mengambil sikap mengusir pihak yang tidak mendengarkan peringatan hakim. Hakim juga mengingatkan terdakwa agar menjawab pertanyaan jaksa jangan berbelit yang mengakibatkan memancing emosi.

Kekesalan Jaksa Penuntut Umum pada persidangan ini,terlihat ketika terdakwa M Guntur, tidak langsung menjawab pertanyaan jaksa, tetapi menjelaskan yang lain terlebih dulu. Bahkan terdakwa enggan mengikuti permintaan jaksa

Di antara pertanyaan yang membuat kesal Jaksa Penuntut Umum tersebut antara lain, ketika jaksa menanyakan soal sosialisasi lahan yang dilakukan terdakwa terhadap lahan yang akan dijadikan embarkasi haji.

Terdakwa menunjukkan bukti-buktinya di hadapan majelis hakim disaksikan jaksa dan Penasehat hukum terdakwa.

Setelah duduk kembali,jaksa bertanya kepada terdakwa apakah Camat ketika itu ikut dalam sosialisasi di lapangan, terdakwa tidak langsung menjawab hadir atau tidak, tetapi menjawab, “Itukan sudah saya tunjukkan foto-fotonya,”

Hal ini langsung ditanggapi Jaksa dengan pertanyaan  “Hadir atau tidak? Mana tahu saya yang mana camatnya? Laki-laki atau perempuan?

Lalu dijawab oleh terdakwa ,”Camatnya namanya Chairani, perempuan,” ujar terdakwa.

Selain itu, suasana panas hingga akhirnya jaksa menghardik terdakwa dengan nada keras, ketika terdakwa menunjukkan dasar pembebasan lahan tersebut, terdakwa mengungkap pasal dan Peraturannya.

Karena beberapa kali disebut terdakwa, lalu jaksa menyuruh terdakwa untuk membacakan pasal yang disebut terdakwa. Namun terdakwa tidak bersedia membacanya dengan alasan dalam persidangan ini bukan untuk membaca undang-undang.

Hardikan langsung datang dari jaksa penuntut umum. “Saya minta saudara untuk membacanya, karena ini ada kaitannya dengan pasal selanjutnya,” ujar Jaksa dengan suara keras.

Hal ini membuat terdakwa menyampaikan keberatan kepada majelis hakim dengan mengatakan yang ada di Persidangan ini adalah orang-orang yang berpendidikan, sehingga ada tata cara dan sopan santun, tidak perlu harus membentak. “Saya sudah cukup malu dengan kasus yang didakwakan jaksa ini, jangan lagi buat masalah dengan hardikan ini,” ujar terdakwa M Guntur.

Hal ini diterima hakim dengan mengingatkan Jaksa Penuntut Umum.

Ketika Jaksa menanyakan soal berkas pemeriksaannya pada berkas perkara, M Guntur mengaku hanya sekali diperiksa sebagai saksi dan berkas itu pula yang dijadikan berkas pemeriksaannyanya sebagai tersangka.

“Ada beberapa hal sebenarnya ingin saya robah, namun Jaksa penyidik saat itu tampaknya tidak memberikan kesempatan. Ditambah lagi saat itu saya sendiri sedang stres,” ujarnya.

Seperti diketahui dalam kasus ini ada dua terdakwa M Guntur dan Nimbron mereka didakwa telah melakukan mark up pada pembelian lahan tersebut.

Dimana tahun 2012 lalu, Pemerintah Provinsi Riau melalui Biro Tata Pemerintahan mengalokasikan anggaran kegiatan pengadaan tanah untuk embarkasi haji lebih kurang sebesar Rp17 miliar lebih.

Berdasarkan hasil audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Riau. Dimana pengadaan lahan tersebut, telah merugikan negara sebesar Rp8,3 miliar.

Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 2, Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(hasran)