Inhil(SegmenNews.com)- Surat penghentian sementara kegiatan PT Setia Agrindo Lestari (PT SAL) yang dilayangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau tampaknya tidak disikapi oleh pihak PT SAL yang hingga hari ini masih beroperasi.
“Kami sudah muak dengan berbagai kelakuan nakal PT SAL, desa kami mayoritas bekerja sebagai pengrajin kapal. Sejak perusahaan ini masuk dan melakukan penebangan hutan kami kesulitan mencari bahan baku pembuatan kapal.
Kalau penurunan perekonomian ini terus berlangsung mau diberi makan apa keluarga kami” ungkap Asmar, salah seorang tokoh masyarakat Desa Pungkat, Senin (13/2/2017).
Tidak hanya itu, lanjutnya, akibat dari lapukan-lapukan kayu yang menimbulkan hama membuat hasil produktivitas kelapa masyarakat menurun, air sungai rawa yang biasanya dikonsumsi masyarakat setempat kini tidak dapat dimanfaatkan lagi.
“Kelapa menguning dan air rawa terasa pekat, bahkan jika air tersebut kami rebus-pun rasanya tidak enak. Jika terjadi kemarau kami mulai kesusahan memperoleh air bersih untuk diminum,” keluhnya.
Aktifitas PT SAL membawa dampak pencemaran yang luar biasa. Akibat dari pencemaran ini pula berdampak buruk baik dari segi perekonomian maupun kesehatan.
Selanjutnya, Masniar salah seorang penduduk setempat menyampaikan bahwa PT SAL seolah tidak menghargai Pemerintah Kabupaten Inhil.
“Berbagai temuan mulai dari penebasan, pemupukan, pendalaman kanal hingga kanal baru, cukup membuktikan bahwa PT SAL tidak pernah berhenti beroperasi. Kami juga sudah berulang kali menemui DPRD Inhil hingga Bapak Bupati guna menyampaikan apa yang kami rasakan sejak kehadiran perusahaan ini.
Bahkan terakhir 11 Januari lalu saya bersama beberapa perwakilan warga bertemu dengan Pak Wardan, beliau menyatakan akan menindak tegas PT SAL jika terbukti tidak mengindahkan surat penghentian sementara kegiatan yang telah dilayangkan oleh Pemerintah Kabupaten, paparnya.
Anak perusahan First Resource ini tampak menggagahi kewenangan Daerah Kabupaten Inhil dengan tetap beroperasi dan melakukan kegiatan yang berdampak pada kerusakan lingkungan di Desa Pungkat.
Bahkan turunnya Badan Restorasi Gambut bersama Kementrian Lingkungan Hidup pada Januari lalu juga tidak memberikan pengaruh terhadap kegiatan pengerusakan lingkungan yang dilakukan oleh PT SAL.
Dalam hal ini, Masyarakat desa Pungkat yang didampingi oleh Devi Indriani dari Lembaga Bantuan Hukum Pekanbaru meminta ketegasan Negara untuk menjamin hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Menurut Devi pula, terdapat keganjilan pada izin yang dikantongi PT SAL.
“Areal perkebunan sawit seluas 17.095 hektar untuk PT SAL di Desa Simpang Gaung, Desa Belantaraya, Desa Pungkat, Desa Teluk Kabung dan Desa Lahang Hulu, Kecamatan Gaung, tumpang tindih dengan Moratorium Revisi PIPIB V Tahun 2014.
Bahkan sebagian besar areal tersebut berada di atas lahan gambut dengan kedalaman lebih dari tiga meter.
Perusahaan ini benar benar keren, bukan hanya pemerintah kabupaten bahkan negara pun diabaikan olehnya karena secara jelas dipaparkan larangan melakukan pembukaan lahan (land clearing) untuk penanaman baru meskipun dalam area yang sudah memiliki izin konsesi dalam Surat Instruksi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tanggal 05 November 2015 tentang Instruksi Pengelolaan Lahan Gambut,” jelas Devi.
Terakhir, Devi Indriani menegaskan bahwa hingga hari ini PT SAL terus melakukan pengerusakan lingkungan.
“Pengerusakan lingkungan terbaru yang dilakukan PT SAL kemarin pada Minggu (12/02) sekira pukul 13.00 yang mana saat itu masyarakat menegur operator alat berat karena kedapatan sedang melakukan pendalaman kanal. Kehadiran negara tidak membuat anak perusahaan First Resource ini sadar.
Kita benar benar menanti ketegasan pemerintah untuk segera mencabut izin PT Setia Agrindo Lestari,” ujarnya.(Adv/Diskominfo)