Dinilai Provokasi Rakyat, Menteri LHK Segera Panggil Pimpinan RAPP

Karena pada dasarnya kegiatan panen, angkutan dan lain-lain dapat berjalan dan hanya penanaman yang harus dicheck kembali dengan orientasi perlindungan gambut.

Pemerintah juga telah menyiapkan berbagai solusi, yang terus dikomunikasikan dengan perusahaan.

Dalam catatan KLHK, berlakunya PP gambut tidak akan mengganggu pasokan perusahaan.

Bahkan alasan PT. RAPP bahwa mereka hanya menerima pasokan dari areal berjarak 100 Km dari lahan perusahaan saat ini, jelas sebuah kebohongan. Karena selama ini PT.

RAPP tidak hanya menerima pasokan akasia dari konsesi-konsesi HTI di Riau saja. Industri PT. RAPP terus menerima pasokan akasia dari Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.

Per data tanggal 30 September 2017, sudah masuk panen akasia ke pabrik PT. RAPP sebesar 8,77 juta m3, berasal dari panen konsesi PT. RAPP di Riau dan konsesi suppliers di Riau, Sumut, Sumbar, Kaltara Kaltim dan Kalteng. PT. RAPP masih punya sisa stok panen sebesar 5 juta m3 di unit-unit PT. RAPP terutama di estate Pelalawan sebesar 3,4 juta m3; yang seharusnya sudah dipanen.

”Jadi PP tidak melarang untuk panen, tapi menanam di kubah gambut itu dilarang. Larangan menanam di kubah gambut bukan larangan Menteri LHK, melainkan amanat dari PP Nomor 57 tahun 2016. Oleh karena itulah RKU RAPP ditolak, karena mereka tetap ingin melawan aturan dan jelas itu tidak bisa dibenarkan,” tegas Bambang.

Perihal isu yang sengaja disebarkan pihak tertentu, bahwa harusnya RKU RAPP bisa berjalan lagi setelah ada putusan MA mengenai gugurnya Peraturan Menteri 17/2017.

Dijelaskan oleh Bambang bukanlah hal yang berkaitan, karena yang paling mendasar dalam PP 57/2016 tertera bahwa kubah gambut dalam (fungsi lindung) tidak boleh ditanam. Sedangkan kawasan gambut dengan fungsi budidaya dapat ditanam.

”Permen 17/2017 hanya satu dari banyak Permen turunan dari PP 57 tentang gambut” tegas Bambang.***(ppidmenlhk/ran)