Sadino heran, PSJ disebut tidak tertib administrasi, namun justru disebut berada di kawasan hutan. Pihak DLHK kemudian menebangi sawit mereka dan milik petani, sebelum lahan diserahkan ke PT NWR.
“Kalau dikaitkan dengan kawasan hutan, tentu kita bicara lagi aturan-aturan kehutanan. Akan semakin ngawur jadinya nanti,” kata Sadino.
Sadino juga mempertanyakan masalah waktu penggugatan. Kebun sawit para petani dan PT PSJ yang sudah berumur belasan tahun, baru sekarang digugat.
“Kenapa itu enggak dari dulu? Enggak mungkin aparat enggak tahu ada yang menanam kelapa sawit di situ,” kata dia.
Terpisah, pakar hukum Samuel Hutasoit, M.H.,C.L.A menyebutkan, kalau persoalan lahan di Pelalawan adalah perdata.
“Ada kekeliruan judex juris di sana. Itu kan sengketa kepemilikan. Mestinya dibawa ke perdata, bukan pidana,” kata Samuel.
Sementara itu, akademisi Universitas Riau, Mardiansyah S.Hut.,MSc menyebut eksekusi sarat dengan kejanggalan. Mulai dari kesan pemaksaan penebangan pohon kelapa sawit, hingga penanaman pohon akasia.
“Dalam putusan berisi PT PSJ melakukan tindak pidana membuat kebun tanpa mengantongi Izin Usaha Perkebunan (IUP). Lalu didenda Rp5 miliar. Kemudian lahan itu disita oleh Negara melalui Dinas LHK Riau cq PT NWR,” kata Mardiansyah.
Dia mempertanyakan kenapa harus ada bunyi Cq PT NWR. Kalau demikian, dia menilai itu merupakan masalah perdata. Maka ini, menjadi pertanyaan apa yang menggugat PSJ ini PT NWR? Kalau iya, kenapa bukan ke PTUN ? Sebab, untuk sengketa lahan adalah perdata.
Jika kemudian tidak ada menggugat dan kasus ini hanya bermula dari laporan Tim Penegakan Hukum (Gakkum), lalu masuk ranah pengadilan, Mardiansyah mengingatkan agar pihak terkait mencari tahu lagi apa deliknya.
“Apakah gara-gara tak punya IUP atau gara-gara di Kawasan Hutan? Kalau tudingannya kawasan hutan, kenapa dalam putusan itu tidak ada disebutkan itu? Dan kalau kasus ini bukan oleh gugatan PT NWR, kenapa harus pakai cq PT NWR? Ini kan semakin aneh,” katanya.
Menurutnya, mestinya jika benar PSJ bersalah dan lahannya harus disita, seharusnya kembalikan dulu ke negara. Dengan membuat plang besar di sana. Aset ini disita negara, dilarang masuk. Setelah aset itu kembali, barulah Negara mengatur, mau dikasi ke siapa lahan itu, atau justru akan direstorasi, jadi hutan kembali.***(ran/rls)