Agam(SegmenNews.com)- Nel, seorang dari empat terdakwa yang menjadi korban dugaan kriminalisasi menangis di ruang sidang pada Pengadilan Negeri Padang, Sumatera Barat, Kamis (28/2/2020) siang.
“Kepada suami saya, anak-anak, saya memohon maaf. Kepada jaksa, saya doakan semoga dimaafkan dosa-dosanya, dan kepada hakim saya harapkan keputusan yang adil,” kata Nel, mantan kepala sekolah MIN Gumarang, Agam di hadapan majelis hakim dalam sidang pembacaan pembelaan (pledoi).
Dalam pembelaan pribadinya, Nel mengutarakan keprihatinan atas tindakan hukum yang dilakukan jaksa hingga menyeretnya ke pengadilan.
“Sungguh apa yang saya lakukan adalah demi kebaikan masyarakat Gumarang, Kecamatan Palembayan. Mereka membutuhkan pendidikan sama seperti anak-anak lainnya,” kata Nel.
Di hadapan majelis yang dipimpin Hakim Ketua Agus Komarudin, Nel menguraikan air mata, membuat ruang sidang yang dipadati pengunjung menjadi hening.
Empat orang jaksa penuntut umum yang duduk di sebelah kanan hakim hanya bisa tertunduk bisu mendengarkan pembelaan Nel, sementara tiga hakim mengamati setiap kalimat yang dilontarkan Ibu tiga anak itu.
Nel adalah guru yang sempat diamanahkan menjadi kepala sekolah di MIN Gumarang, Agam. Di tangan wanita berkerudung ini, MIN Gumarang telah beberapa kali menorehkan prestasi tingkat kabupaten bahkan provinsi.
“Semua yang saya lakukan adalah demi kebaikan masyarakat, tidak ada untuk memperkaya diri sendiri ataupun orang lain,” kata Nel, menangis.
Jaksa Tega
Sementara itu, terdakwa Nof dalam pembelaannya di muka majelis hakim turut berbelasungkawa atas ‘matinya’ hukum di tangan para jaksa dari Kejari Agam.
“Begitu tega, jaksa penuntut yang sepertinya begitu bersemangat untuk memenjarakan kami tanpa menggunakan logika dan hati nurani,” kata Nof.
Nof adalah kepala sekolah MIN Gumarang setelah Nel. Dari tangannya juga telah berhasil mencetak ratusan murid berprestasi.
“Bukankan kita semua yang ada di ruangan ini berhasil karena berkat jasa seorang guru? Namun mengapa jaksa begitu tega melakukan semua ini?” kata Nof, matanya berkaca-kaca.
Nof adalah kepala keluarga yang telah memiliki tiga orang anak. Saat ini bahkan isterinya sedang mengandung anak keempat.
“Semoga isteri saya diberikan ketabahan menghadapi semua cobaan ini,” kata Nof.
Korban Kriminalisasi
Sementara terdakwa Rus, selaku kepala sekolah terdahulu yang mengambil kebijakan atas tanah hibah MIN Gumarang memilih untuk melakukan pembelaannya melalui kuasa hukum.
“Jaksa seperti ngotot ingin memenjarakan terdakwa, padahal tidak ada bukti kuat yang bisa menjerumuskan mereka. Atau jaksa sedang mengejar target kinerja, atau sedang ada hal lainnya hingga tega melakukan kriminalisasi terhadap terdakwa,” kata Wilson, kuasa hukum Rus.
Dari awal kasus ini bergulir, telah tersebar informasi adanya tekanan politik ke aparat jaksa dari pihak berkuasa untuk menjerumuskan Rus ke penjara.
Meski sempat disanggah, fakta persidangan dari saksi-saksi yang dihadirkan jaksa tidak ada mengungkap adanya kerugian negara seperti yang disampaikan JPU dalam berkas dakwaan.
Bahkan saksi ahli yang dihadirkan JPU mencabut keteranggannya terkait kerugian negara dalam perkara ini.
“Itu karena yang berhak menghitung kerugian negara hanya auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan jaksa tidak melaksanakan amanat undang-undang tersebut,” kata Asep Ruhiat selaku kuasa hukum Nof.
‘Dipasung’ Jaksa
Nasib nahas bahkan harus diterima Ujang, seorang penjaga sekolah MIN Gumarang, Agam. Dia dituntut oleh jaksa lebih lima tahun kurungan, lebih berat dari tiga terdakwa lainnya yang masing-masing dituntut 4 setengah tahun penjara.
Ujang adalah pemilik tanah yang di atasnya telah dibangun MIN Gumarang. Dia menghibahkan tanah tersebut tanpa ada ganti rugi dari pihak pemerintah demi kemajuan dunia pendidikan di kampungnya.
Selama berdirinya sekolah itu, Ujang bekerja di MIN Gumarang sebagai penjaga sekolah sebagai bagian kesepakatan atas hibah tanah miliknya.
Selama menjadi penjaga sekolah, Ujang bekerja melampaui batas kerja yang ditetapkan, hingga MIN Gumarang kerap meraih penghargaan ditingkat kabupaten maupun provinsi.
Sebelum bekerja di MIN Gumarang, Ujang adalah pria dengan gangguan kejiwaan, bahkan dia sempat dipasung oleh pihak keluarga karena kerap menyakiti diri sendiri dan orang di sekitarnya.
“Sebelumnya dia bekerja sebagai tenaga sukarela yang digaji lewat patungan, penyisihan gaji kepala sekolah dan para guru,” ungkap Wilson.
Hingga kemudian keponakan Ujang, Yupendi, diterima sebagai ASN pegawai tata usaha di sekolah tersebut.
Selama menjadi ASN, seluruh pekerjaan Yupendi dilaksanakan Ujang dengan baik, berbagai prestasi telah diraih sekolah ini hingga kini MIN Gumarang menjadi sekolah favorit.
Hingga akhirnya Kejari Agam memupuskan harapan besar untuk majunya dunia pendidikan di Gumarang, Palembayan, dengan menyeret Ujang dan tiga kepala sekolah pengambil kebijakan positif itu ke pengadilan.
Kegiatan sekolah pun kini terhambat, MIN Gunarang mengalami kelumpuhan untuk memenuhi kebutuhan belajar mengajar, keasrian sekolah pun tidak seperti dulu.
Sementara Ujang, selepas melewati derita gangguan jiwa akut bertahun-tahun menjadi penjaga sekolah, kini harus meratap perih kehilangan pekerjaan sekaligus tanah warisan keluarga.
Gangguan kejiwaannya pun sempat bangkit berkali-kali, di hadapan majelis hakim Ujang sempat mengamuk dengan melempar rompi tahanan ke muka jaksa.
Kalimat-kalimat ancaman mulai terlontar dari pria paruh baya itu, ruang sidang dan pesakitan seperti telah kembali ‘memasung’ Ujang yang baru terbebas dari derita mental yang dalam.
Kini, Ujang tidak hanya terancam dibui atas tindakan bahadurnya, namun bisa kembali ‘merobohkan’ bangunan sekolah yang berdiri kokoh di atas tanah miliknya.
Kesepakatan telah hilang, Jaksa Agam tidak hanya merenggut masa depan Ujang, namun juga telah mengancam keberlangsungan pendidikan di MIN Gumarang.
Sekolah berprestasi itu kini di ujung tanduk, direnggut seketika oleh nafsu penguasa lewat tangan-tangan murid terdidik yang berkhianat.
“Allah akan membalas tindakan buruk dan baik umatnya, termasuk para murid yang tega memenjarakan bahadur, guru yang membesarkan dan mendidiknya”.
Para bahadur kini tengah menunggu tangan Tuhan mengayunkan palu keadilan.***(rls)