Heboh Penemuan Wajan Raksasa di Bantul

Masyarakat Pedukuhan Kretek Lor, Kalurahan Jambidan, Kapanewon Banguntapan, Bantul digegerkan dengan penemuan wajan raksasa. Ukuran wajan tersebut memiliki diameter sekitar 2,5 meter.

Kondisinya sudah sangat berkarat karena peninggalan zaman Belanda.

Saksi Sukardi menjelaskan, penemuan bermula saat pihak desa ingin membuat lapangan sepak bola.

Namun karena kekurangan tanah untuk melakukan penimbunan maka diambilkan tanah yang ada di sebelahnya.

“Pada Selasa (31/8/2021) sekitar pukul 17.00 WIB backhoe sedang menggali tanah lalu membentur sebuah batu bata. Setelah digali ditemukan wajan raksasa itu,” kata Sukardi lansir SuaraJogja.id, Rabu (1/9/2021).

Menurutnya, dari cerita sejarah, banyak warga sekitar yang sudah tahu tentang keberadaan wajan raksasa tersebut.

Wajan raksasa berfungsi untuk mencegah tanah amblas akibat mempompa air dari dalam tanah.

“Ini dulu peninggalan Belanda, jadi kalau mau pompa air dari tanah harus mengubur wajan raksasa di dalam tanah sedalam tiga meter. Di sekitar wajan juga dikeliling tembok dari batu bata setinggi satu meter,” paparnya.

Lansir detik.com, Penyewa tanah kas desa yang menjadi lokasi penemuan, Supardi (57), menyebut benda itu adalah kompan.

“Kalau dari cerita simbah dulu, baik keluarga simbah anak-anak cucu sudah tahu kalau di sini namanya kompan. Kenapa kompan? Sejarahnya dulu pada saat Belanda itu (wajan raksasa) jadi tempat pompa untuk mengalirkan air dari sini ke barat,” kata Supardi kepada wartawan, Rabu (1/9/2021).

Wajan raksasa itu ditemukan di Pedukuhan Kretek, Kalurahan Jambidan, Kapanewon Banguntapan.

Menurut Supardi, dahulu di Kalurahan Jambidan dikenal dengan perkebunan tebu. Sehingga Belanda membangun pompa air di lokasi tersebut untuk mengairi perkebunan itu.

“Kenapa namanya kompan? Karena tempat pompa air untuk mengaliri pertanian tebu pada saat penjajahan Belanda,” ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, pada tahun 1980 pihak desa sempat akan mengaktifkan pompa itu dengan mengambil air dari Sungai Opak untuk air irigasi. Tetapi saat itu air tidak bisa tersebar merata sehingga pengaktifan pompa tidak dilanjutkan.

Sehingga peninggalan Belanda itu pun terbengkalai dan menyisakan kolam dengan wajan tersebut. Karena membahayakan jika dibiarkan maka warga memilih untuk mengubur kompan itu.

“Akhirnya saat itu diuruk karena untuk jalan kaki orang. Jadi bukan wajan untuk masak tapi landasan pompa,” imbuhnya.

Sementara itu, Dukuh Kretek, Riyan Hidayat (28), menjelaskan pihak cagar budaya sempat mengecek ke lokasi. Disebutkan benda tersebut bukan merupakan benda purbakala.

“Dari cagar budaya mengatakan kalau itu (wajan raksasa) bukan benda purbakala tapi memang benda sejarah peninggalan Belanda,” ujarnya.***(Jogja/detik.com)