
Pelalawan(SegmenNews.com)- Hutan luas yang terbentang di Pulau Sumatera, lebih tepatnya di bantaran Sungai Kampar, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau atau lebih akrab disapa Semenanjung Kampar akan disulap menjadi sebuah tempat perlindungan flora dan fauna, serta pembangunan ekosistem yang berkelanjutan melalui Restorasi Ekosistem Riau (RER).
Diinisiasi oleh APRIL Group sejak tahun 2013, RER berkomitmen melindungi, merestorasi dan mengkonservasi ekosistem di lahan gambut serta menjaga stok karbon dan melestarikan keanekaragaman hayati di konsesi seluas 150.693 ha di Riau, hutan yang setara dengan dua kali luasan wilayah negara Singapura ini.
RER merupakan program restorasi ekosistem yang diinisiasi produsen pulp dan kertas, Grup APRIL, bagian dari Grup RGE yang mengelola sekelompok perusahaan manufaktur berbasis sumber daya alam yang beroperasi secara global.
Adapun tujuan RER ini sendiri yakni merestorasi ekosistem agar flora maupun fauna yang ada diwilayah semenanjung kampar dan padang bulan terjaga dari pelaku ilegal, serta menjadikan pembangunan ekosistem yang berkelanjutan kedepan.
Memasuki tahun ketujuh hingga ke delapan, program restorasi dan konservasi di lahan gambut terbesar di Dunia ini, RER kembali mencatatkan berbagai kemajuan dalam upaya menjaga dan melindungi lahan gambut yang merupakan habitat bagi flora dan fauna yang dilindungi.
Pencapaian upaya restorasi ekosistem di hutan rawa gambut utuh terbesar di Dunia ini dirangkum dalam Laporan Kemajuan RER, yang dipublikasikan bertepatan dengan perayaan Hari Lingkungan Hidup Sedunia atau World Environment Day pada 5 Juni, yang pada tahun ini mengambil tema “Restorasi Ekosistem”.
“Sejalan dengan perayaan hari Lingkungan Hidup Sedunia, kami turut menyampaikan lima hal penting yang kami capai dalam Laporan Kemajuan RER 2020, yaitu peningkatan inventarisasi flora dan fauna, kesuksesan menjaga hutan restorasi dari kebakaran selama tujuh tahun berturut-turut, prakarsa penelitian keanekaragaman hayati, dan mendukung penyelamatan Harimau Sumatera Corina,” kata Nyoman Iswarayoga, External Affairs Director RER Jumat, 4 Juni 2022 lalu.
Komitmen RER dalam peningkatan inventarisasi flora dan fauna yang signifikan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang positif. Sampai dengan tahun 2020, RER berhasil mengidentifikasi total 823 spesies, bertambah 26 jenis flora dan fauna di dalam kawasan restorasi dibanding tahun sebelumnya. Perinciannya, sebanyak 76 spesies mamalia, 308 spesies burung, 101 spesies amfibi dan reptil, 192 spesies pohon, 89 spesies ikan dan 57 spesies Serangga (Odonata) di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang.
Sedangkan pada tahun 2019 lalu, RER berhasil mengidentifikasi tambahan 38 jenis flora dan fauna menjadi total 797 spesies. Perinciannya, sebanyak 76 spesies mamalia, 307 spesies burung, 107 spesies amfibi dan reptil, 190 spesies pohon, 89 spesies ikan, dan 28 spesies serangga (Odonata) ditemukan di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang.
Dari angka tersebut, sebanyak 57 spesies terdaftar di Daftar Merah IUCN sebagai rentan (39), hampir punah (17) atau terancam punah (10). Terdapat pula 115 spesies dalam yang masuk dalam daftar daftar CITES dan 99 spesies tercatat oleh Pemerintah Indonesia sebagai dilindungi.
RER juga ikut menjadi bagian dari usaha Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI dalam melepasliarkan Harimau Sumatera bernama Corina yang sebelumnya ditemukan terjerat di kawasan perkebunan warga, di Semenanjung Kampar, berbatasan dengan area RER pada awal tahun lalu.
Area restorasi RER terpilih menjadi lokasi pelepasliaran Corina setelah melalui berbagai kajian yang mempertimbangkan kondisi alamiah hutan, keberadaan satwa pemangsa, perlindungan aktif dan kemungkinan interaksi antara masyarakat dan harimau yang dirasa cukup kecil.
Pada tahun 2020, RER juga menyelesaikan survei pertama Odonata dari empat survei yang direncanakan. Survei ini berhasil mengidentifikasi 57 spesies capung dan capung jarum di kawasan RER Semenanjung Kampar.
Adapun, sembilan diantaranya tercatat sebagai spesies yang pertama kali terekam keberadaannya di Provinsi Riau, 4 diantaranya pertama kali terekam di Pulau Sumatra dan 1 spesies Amphicnemis bebar tercatat keberadaannya pertama kali di Indonesia.
Penelitian lainnya yang memperkuat pentingnya RER sebagai kawasan restorasi dan konservasi keanekaragaman hayati yakni pemantauan migrasi burung raptor yang merekam 302 penampakan burung dan Asian Waterbird Cencus (AWC), yang memantau 440 burung dengan 8 spesies yang berbeda dalam sehari.
Selama tujuh tahun terakhir juga tercatat tidak ada kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di area RER di Semenanjung Kampar berkat komitmen kuat dalam upaya restorasi, perlindungan hutan serta pelibatan langsung masyarakat didalamnya.
Direktur Utama PT Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) Sihol Aritonang mengatakan pencapaian yang dicatatkan RER tak lepas dari metode yang ditetapkan APRIL selaku induk usaha PT RAPP, yakni dengan pendekatan produksi-proteksi khususnya di wilayah Semenanjung Kampar serta perwujudan komitmen APRIL 2030 yang diluncurkan oleh perusahaan pada November 2020 lalu.
APRIL juga menyelesaikan pembangunan pusat penelitian Eco-Research Camp setelah empat tahun perencanaan. Eco-Research Camp akan berfungsi sebagai pusat ilmu pengetahuan lahan gambut tropis untuk ilmuwan dan akademisi nasional maupun internasional serta pemangku kepentingan, yang ingin merasakan pengalaman langsung bagaimana restorasi ekosistem di lapangan.
Selain pembangunan Eco-Research Camp sebagai pusat penelitian, lewat APRIL 2030 perusahaan juga terus mendukung lanskap yang berkembang di area operasional dengan dukungan terhadap inisiatif restorasi melalui kolaborasi dan kerjasama.
Perusahaan menyiapkan pendanaan dari setiap ton serat yang digunakan dalam produksi hingga US$10 juta per tahun untuk investasi di bidang lingkungan dalam 10 tahun ke depan.
“RER tidak hanya mendukung program restorasi ekosistem dan keanekaragaman hayati di Indonesia, namun sekaligus juga mendukung upaya pemerintah dalam mengendalikan perubahan iklim dengan mengurangi emisi karbon,” jelas Sihol.
Lewat APRIL 2030, perusahaan juga mendukung perlindungan dan pelestarian satwa liar di Indonesia, termasuk jenis yang terancam punah, melalui kemitraan dan kerjasama. Komitmen APRIL 2030 sendiri bertujuan untuk memberikan dampak positif bagi alam, iklim dan lingkungan sekaligus mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan bagi perusahaan.
Dalam mendukung Sustainable Development Goals (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) atau SDGs lanjutnya, RER merupakan perwujudan nyata komitmen perusahaan dalam mendorong penerapan SDGs khususnya poin 15 yakni Life on Land (Ekosistem Daratan) dan 13 yakni Climate Action (Penanganan Perubahan Iklim).
“Selain itu, RER merupakan bagian dari perwujudan Sustainable Forest Management Policy (SFMP) 2.0 yang dijalankan Grup APRIL. APRIL berkomitmen 1 banding 1, dimana kami mengkonservasi atau merestorasi 1 hektare hutan alam untuk setiap hektare hutan tanaman industri yang dikelola,” terang Sihol.
Pada Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP 21) 2015 di Paris, Grup APRIL berkomitmen sebesar USD 100 juta selama 10 tahun untuk mendukung proyek restorasi ekosistem dan konservasi APRIL.
Dalam hal ini, penulis yang berkesempatan mewawancarai, Agus (58), nelayan asal Kabupaten Pelalawan ini mengatakan, dia juga menaruh harapan dengan kegiatan RER itu sendiri memiliki dampak besar bagi nelayan-nelayan pada saat mencari hasil tangkapan mereka di Sungai Serkap, Teluk Meranti, wilayah Semenanjung Kampar tersebut.
“Tentu dengan adanya RER ini, harapan kami sebagai nelayan bisa mendapat perhatian dari pengelola terhadap profesi kami,” ucap pria kelahiran Desa Petodaan, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan-Riau ini mengawali obrolan.
Menurut bapak yang telah hampir 30 tahun menjadi nelayan ini, dia sangat senang dengan adanya RER, karena saudara dan adik-adiknya yang juga nelayan yang tergabung kelompok nelayan (Pokyan) telah sering mendapatkan bantuan alat-alat nelayan. Namun dia sendiri belum gabung Pokyan, karena menetap di kecamatan tetangga setelah menikah.
“Syukur juga saudara dapat itu (mendapatkan bantuan) ya. Jadi ada yang terbantu,” terangnya seraya tertawa ringan disamping adik-adiknya.
Senada dengan abangnya Agus, Kevin (49), berharap program RER bisa jadi masa depan berkelanjutan dan bisa bermanfaat bagi semua orang. Terutama bagi mereka yang berprofesi nelayan di Sungai Serkap, Teluk Meranti, wilayah Semenanjung Kampar tersebut. Selain berdampak positif mereka juga merasa nyaman dari sebelumnya dalam mencari ikan dan hasil tangkapannya.
“Kita sangat berharap program RER bisa jadi masa depan berkelanjutan. Karena dampak bagusnya banyak, mulai dari hasil tangkapan sampai suasana mencari ikannya lebih aman dan nyaman,” harapnya kepada penulis, Selasa 27 Desember 2022.
Sebagai informasi tambahan, upaya restorasi dan konservasi RER tak lepas dari dukungan pemerintah, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang memberikan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) untuk dikelola RER pada 2013. Izin pengelolaan ini berlaku selama 60 tahun.
Kendati demikian, dengan telah memasuki masa Epidemi atau adaptasi dengan kebiasaan baru COVID-19 saat ini, pemangku kepentingan bisa lebih leluasa mengejar target yang tertunda dari tahun-tahun Pandemi COVID-19 dua tahun lalu melanda dunia dalam proses kegiatan RER tersebut hingga terwujud. Semoga.!!!***(RISKI APDALLI, S.IP).