Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan kebijakan kenaikan gaji hakim hingga 280% sebagai bagian dari upaya besar dalam memperkuat sistem peradilan di Indonesia.
Kebijakanini disambut dengan berbagai respons dari masyarakat, akademisi, dan kalangan praktisi hukum. Peningkatan kesejahteraan para hakim diyakini akan meningkatkan integritas, profesionalitas, danindependensi lembaga peradilan.
Selama ini, banyak kritik yang diarahkan pada peradilanIndonesia karena terindikasi adanya pengaruh eksternal dan potensi korupsi yang tinggi.
Kenaikan ini diharapkan menjadi solusi konkret untuk meningkatkan kualitas putusan dan menekan angkapelanggaran etik di kalangan hakim.
Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menyatakan bahwa “keadilan tidak akan tercapai tanpajaminan terhadap kesejahteraan para penegak hukum.”
Dengan kenaikan ini, seorang hakim tingkat pertama yang sebelumnya bergaji Rp15 juta, akan memperoleh gaji mencapai lebih dari Rp40 jutaper bulan, belum termasuk tunjangan. Meski menuai dukungan, kebijakan ini juga memunculkan sejumlah kritik.
Beberapa kalangan menilai bahwa kenaikan ini terkesan terburu-buru dan berpotensi menimbulkan ketimpangan antarprofesi aparatur sipil negara.
Selain itu, masih terdapat pertanyaan mengenai kesiapan anggarannegara dalam menanggung lonjakan pengeluaran rutin yang signifikan ini.
Pakar hukum administrasi negara dari Universitas Lancang Kuning, Dr. Fadillah, SH., MH.,menyebut bahwa keputusan ini harus dibarengi dengan penguatan sistem evaluasi kinerja.”Kenaikan gaji harus diiringi dengan penegakan disiplin dan sistem akuntabilitas yang transparan,”ujarnya.
Secara politik, langkah ini juga dinilai sebagai sinyal kuat dari pemerintahan baru untukmemperbaiki citra lembaga peradilan yang selama ini terpuruk.
Dengan gaji yang layak, hakim diharapkan tidak lagi mencari ‘tambahan’ dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam prosesperadilan. Kesimpulannya, kebijakan kenaikan gaji hakim oleh Presiden Prabowo adalah langkah berani danberpotensi positif bagi peradilan Indonesia.
Namun, implementasinya harus disertai dengan reformasi struktural dan pengawasan ketat agar tujuan mulia dari kebijakan ini benar-benar tercapai.

Oleh: Syamsul Huda (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, Riau)