Jakarta (segmennews.com) – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan sikap resmi terkait konflik Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian RI.
Terkait dengan masalah Kompol Novel Baswedan, presiden menyampaikan sikap tidak setuju jika kasus tersebut dilanjutkan.
Hanya saja, presiden dalam pidatonya di Istana Negara, Jakarta, Senin (8/10) malam, tidak ada pernyataan yang memerintahkan Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo untuk menghentikan upaya pengusutan terhadap adik sepupu Anis Baswedan itu.
“Harapan Polri untuk menangani kasus Kompol Novel Baswedan, saya pandang tidak tepat, baik dilihat dari segi timingnya, maupun caranya,” ujar presiden.
Pernyataan yang terkait kasus Novel ini merupakan satu poin dari lima poin kesimpulan dan solusi yang diajukan presiden terkait kegaduhan konflik KPK vs Polri ini.
Dalam pernyataan sebelum masuk poin kesimpulan, presiden juga sudah menyatakan sikapnya terhadap kasus Novel yang dituduh menembak pencuri sarang burung walet, saat masih bertugas sebagai Kasatserse Polda Bengkulu.
Presiden mengingatkan kepolisian agar pengusutan sebuah kasus tidak didasari motif-motif lain.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan untuk meredakan konflik Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian RI.
Dia memberi contoh, pada Jumat (5/10) sore dirinya memanggil Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo guna membahas keributan ini. “Pertemuan itu sebelum ada insiden malam harinya (kedatangan sejumlah aparat kepolisian ke gedung KPK untuk menangkap Kompol Novel Baswedan, red),” ujar presiden.
Selanjutnya, setelah ada insiden Jumat malam, presiden mengatakan, dirinya telah memerintahkan Menko Polhukam Djoko Suyanto dan menteri terkait. Presiden minta Djoko mengatur waktu pertemuan Kapolri dengan pimpinan KPK.
Hanya saja, pertemuan tidak bisa dilakukan karena pimpinan KPK sedang tidak berada di Jakarta.
“Tapi tidak bisa dilakukan karena pimpinan KPK sedang berada di luar kota,” ujar presiden dengan mimik serius, memberikan penekanan terhadap kalimatnya ini.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga memberikan sinyal agar kepolisian legowo atas langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut Irjen Pol Djoko Susilo, yang saat ini berstatus tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulator SIM.
Lewat pidatonya presiden secara tegas menyatakan sikapnya agar Irjen Djoko ditangani KPK. Untuk yang tidak terkait langsung, presiden setuju ditangani polisi.
“Yang melibatkan Irjen Djoko Susilo agar ditangani KPK dan tidak dipecah. Polri menangani kasus lain yang tidak terkait langsung,” ujar presiden saat membacakan lima poin kesimpulan dan solusi kisruh konflik Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian RI.
Hal ini, kata Presiden, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan, jika ada kasus berbeda terkait penyimpangan pengadaan barang di institusi Polri, Presiden mempercayakan Polri untuk menanganinya.
“Kapolri juga akan melakukan penertiban proses pengadaan barang di jajaran Polri. Saya sampaikan penghargaan karena Polri beri dukungan penuh melimpahkan hasil penyidikan kasus ini,” terang Presiden.
Sebelumnya memang terjadi sengketa kewenangan antara Polri dan KPK terkait penanganan kasus tersebut. Awalnya, kata Presiden, ia menerima laporan pertemuan Kapolri Jenderal Timur dan Ketua KPK Abraham Samad yang memutuskan KPK menangani kasus yang melibatkan Irjen Djoko Susilo, sedangkan Polri mengusut tersangka lainnya.
Namun, pada kenyataannya, KPK justru bertindak tidak sesuai kesepakatan. Ketika Polri menetapkan lima tersangka, yaitu Brigjen Didik Purnomo, AKBP Teddy Rismawan, Kompol Legimo Budi Susanto dan Sukotjo Bambang, KPK pun menetapkan empat tersangka yang sama, tanpa nama Kompol Legimo, Bendahara di Korlantas Polri.
Sejak itulah, perseteruan lembaga ini dimulai. Meski dibantah, tapi saling mendahului terlihat jelas dari pergerakan dua lembaga penegak hukum tersebut. Akhirnya Presiden memutuskan untuk menghentikan perseteruan tersebut dengan memilih KPK mengusut tuntas kasus dengan nilai proyek Rp 196 miliar itu.
“Pada perkembangan, nampaknya koordinasi dan sinkronisasi tidak berlangsung baik. Solusinya, penanganan kasus korupsi Irjen Djoko Susilo lebih tepat ditangani KPK,” kata Presiden.(snc/jpnn)