Guru Ini Ajari Murid Tanpa “Berkata-kata”

Guru mengajari muridnya dengan bahasa kolok, foto courtesy bengkala.desa.to.web.id
Guru mengajari muridnya dengan bahasa kolok, foto courtesy bengkala.desa.to.web.id

SegmenNews.com- Di desa tersebut ada sekitar 3000 penduduk yang mengalami tuli sejak lahir, jumlah tersebut terbilang cukup tinggi. Sebagai perbandingan saja, dari 1000 kelahiran bayi di Amerika Serikat, terdapat dua hingga tiga anak yang terlahir tuli. Tingginya persentasi tuli tersebut dikarenakan oleh gen resesif geografis-centric atau DFNB3 yang telah muncul di desa ini selama lebih dari tujuh generasi.

Bengkala sendiri berarti tempat bagi orang bersembunyi, dan selama bertahun-tahun para penduduk di desa ini lebih mempercayai kalau tuli mereka itu disebabkan oleh kutukan hantu kolok. Salah satu cerita mitos yang terkenal di kalangan penduduk adalah tentang adanya perkelahian dua orang yang sama-sama mempunyai kekuatan sihir lalu saling mengutuk satu sama lain untuk menjadi tuli.

Di Desa Bengkala, seluruh penduduknya sudah terbiasa dengan gaya hidup orang tuli. Para warganya akan berkomunikasi tidak dengan kata-kata tetapi dengan tangan mereka. Selama bertahun-tahun para orangtua di Desa Bengkala akan mengajari anak-anak mereka dengan kata-kata kolok (bahasa isyarat), sehingga bisa menanamkan benih kesetaraan yang akan tumbuh saat mereka beranjak dewasa.

Bahasa yang cukup unik itu pun cukup dikuasai oleh para penduduk maupun anak-anak baik yang terlahir normal maupun yang bisu tuli, semua bersama-sama dalam kesetaraan.

Bahkan para penari di desa ini pun rata-rata tidak bisa mendengar dan berbicara, sehingga ketika melakukan tarian janger kolok mereka sebenarnya tidak dapat mendengarkan alunan musik yang mengiringi tarian tersebut, namun mereka tetap bisa melakukan tariannya sampai selesai.

Untuk mata pencahariannya, sebagian besar penduduk Desa Bengkala adalah para petani yang hanya menanam pisang, mangga, jambu, mencari rumput sampai peternak ayam, babi dan sapi. Di pasar-pasar lokal pun mereka hanya menggunakan timbangan dan gerakan tangan untuk bisa menjual hasil panen mereka.

Meski sering terjadi kesulitan komunikasi karena tidak semua orang bisa mengerti bahasa isyarat yang cukup unik tersebut , namun mereka mampu menyelesaikannya dengan cara yang sederhana.

Kini generasi muda kolok di Bengkala ini mulai mahir menggunakan perangkat smartphone atau ponsel pintar untuk berkomunikasi, eksis di media sosial atau untuk mempelajari bahasa isyarat internasional.***SEBELUMNYA>>>>
Red: hasran
Sumber: viva.co.id/duniakita