Pekanbaru(SegmenNews.com)- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kuantan Singingi, menghadirkan 17 orang Aparatur Sipil Negara (ASN) di persidangan dugaan korupsi biaya pendidikan dengan terdakwa, Sekda Muharman dan Bendahara Pengeluaran, Doni Irawan, di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Selasa (27/2/18).
Tahap pertama, 9 orang memberikan kesaksian, diantaranya Ramli (Kepala BKD), Delfadiana (Bendahara rutin), Yurnalis (Kepala Inspektorat Kuansing), Ronal (ASN), Liza Viona (ASN), Mulyadi dan lainnya.
Ramli sempat kebingungan ketika ditanya hakim ketua Tony, tupoksinya sebagai kepala BKD.
Ramli sempat diam beberapa saat, kemudian membuka berkas dan membacakan tupoksinya sebagai Kepala BKD yang tidak dia hafal.
Dari keterangannya, Ramli mengaku tidak mengetahui adanya pendidikan formal untuk ASN termasuk anggarannya, sebab izin belajar ASN dari Sekda sementara izin tugas dari bupati. Dia hanya mengeluarkan data ASN.
Sekda juga tidak pernah memberitahukan akan ada biaya pendidikan untuk ASN.
Ketika ditanya hakim, apakah ASN yang mendapatkan biaya pendidikan tahun 2015 menyampaikan laporan pertanggungjawabannya?, Ramli mengaku tidak menerima laporan itu.
Saksi lain Ronal, mengaku menerima titipan dari seseorang sebanyak Rp 5 juta untuk terdakwa Doni yang saat itu menjabat bendahara pengeluaran.
“Saya menerima titipan Rp5 juta untuk Doni terkait proposal biaya pendidikan. Saya menyerahkan kepada Doni, saya tidak kroscek lagi, dan saya tidak pernah bertanya,” ujarnya.
Sementara itu, Ronal juga mengaku disuruh Doni membuat proposal untuk mendapatkan biaya pendidikan, namun hanya diberikan Rp20 juta tanpa kuitansi, yang seharusnya 30 juta.
Keterangan itu dibantah oleh terdakwa Doni, dia membatah menerima titipan uang Rp5 juta. Dan pemberian uang kepada Ronal juga sesuai kwitansi tanpa pemotongan.
Walau demikian, saksi Ronal tetap pada keterangan awalnya. Tidak menerima kwitansi dan dipotong Rp10 juta.
Seperti diketahui, dua terdakwa Sekda Kuasning Muharman dan Bendahara Pengeluaran, Doni Irawan, dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Kuansing, Galih SH, disebutkan, perbuatan kedua tetdakwa dilakukan tahun 2015 lalu.Ketika itu, Pemkab Kuansing memberikan dana anggaran pendidikan sebesar Rp1.520.000.000 kepada pegawai negeri sipil untuk kegiatan pendidikan dan pelatihan normal.
Bantuan pendidikan tersebut untuk peningkatan kapasitas sumber daya PNS tenaga pendidik di Kuansing. Namun penyalurannya tidak sesuai ketentuan dan mengakibatkan kerugian negara.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa didakwa sesuai dengan Pasal 2 Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.***(ran)