Rohul(SegmenNews.com)- Akhirnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pasir Pangaraian, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), mengabulkan gugatan wanprestasi yang diajukan Koperasi Bangkit Bonai Lestari (BBL) Desa Ulak Patian, Kecamatan Kepenuhan.
Perkara gugatan wanprestasi, Koperasi BBL Desa Ulak Patian, mengajukan sedikitnya 15 gugatan ke tergugat manajemen PT. PISP II. Namun, hanya delapan dari 15 gugatan yang dikabulkan Majelis Hakim PN Pasir Pangaraian.
Hal itu diungkap dalam sidang pembacaan tuntutan, Kamis (17/10/2019) sore, dengan Ketua Majelis Hakim Irpan Hasan Lubis SH, dan anggota Adhika Budi Prasetyo SH, MBA, MH, Adil Matogu Franky Simarmata SH, serta Panitera Pengganti Aryananda SH, MH.
Ketua Majelis Hakim PN Pasir Pangaraian, Irpan Hasan Lubis mengatakan, setelah dipelajari fakta-faktanya ditemukan wanprestasi dari tergugat yaitu PT PISP II.
Dari Hasil sidang lapangan, jelas Irpan, dari luas lahan kurang lebih 1.055 hektare, sekitar 178 hektare di antaranya memang sudah ditanami, namun banyak tanaman kelapa sawit yang mati.
“Memang ditanami, namun tidak menghasilkan sebagaimana mestinya. Banyak yang mati, terus hasilnya tidak maksimal. Memang alasan dari tergugat itu memang faktor alam (banjir),” jelas Irpan.
“Namun dikarenakan 178 hektare ini ada disitu kelalaian dari si tergugat akan tetap masih dikenakan biaya dalam pelunasan pembayaran kebun tadi, itulah dasar kami mengabulkannya (gugatan koperasi),” tambahnya.<
Kemudian, ada biaya pembiayaan pembangunan kebun sekira Rp 62 miliar, sudah dicicil koperasi setengahnya, dan sisanya ada ditalangi perusahaan sekira Rp 35 miliar. Dari Rp 35 miliar itu, dikenakan bunga lagi oleh perusahaan.
“Jadi dana talangan itu hitungannya pembangunan tapi dikenakan bunga lagi oleh perusahaan,” kata Irpan.
Sikapi putusan majelis hakim, Darma Pasaribu, selaku Kuasa Hukum Koperasi BBL Desa Ulak Patian, dari Kantor Hukum Advokat-Pengacara Fige & Rekan, Pasir Pangaraian mengatakan,tuntutan diajukan ke PT. PISP II adalah apa yang sudah diatur dalam perjanjian kerjasama antara koperasi dengan perusahaan Nomor: 02.0.4/ SPK/ 003/ III/ 2009, tanggal 5 Maret 2009.
Dalam perjanjian kerjasama tersebut, PT PISP II membangunkan kebun kelapa sawit untuk Koperasi BBL Desa Ulak Patian sekira 1.055 hektare. Mulai dari nol sampai produksi perusahaan bertanggungjawab dan biaya dibebankan ke pihak koperasi.
Darma menambahkan, dari luas kebun sekira 1.055 hektare tersebut, tentunya anggota Koperasi BBL sudah bisa menikmati hasil kebunnya setiap hari, namun ada sekira 178 hektare lagi yang belum bisa dinikmati anggota, karena belum produksi.
“Itulah inti daripada gugatan ini. Dasarnya PT PISP II telah melakukan yang namanya wanprestasi, tapi bukan secara keseluruhan, ada kebun yang telah berhasil itu kita akui,” jelas Darma usai sidang, Kamis sore, didampingi rekannya Geri Ampu dan Abdul Hakim dari Kantor Hukum Advokat-Pengacara Fige & Rekan.
Dalam gugatannya, Darma mengaku, pertama Koperasi BBL meminta kompensasi atas produksi yang seharusnya diterima anggota dari lahan sekira 178 hektare yang belum produksi tersebut.
Kedua, disamping gugatan wanprestasi, sambung Darma, ada perbuatan melawan hukum, dimana dulunya biaya untuk membangun kebun kemitraan ini dari pinjaman BNI, dan harus diangsur dengan pola pembayaran dipotong 30 persen dari total hasil produksi.
“Karena kondisi sebenarnya, sehingga 30 persen hasil produksi pertama tidak mencukupi untuk membayar angsuran ke BNI, sehingga koperasi sepakat dengan pihak perusahaan, perusahaan akan menggunakan uangnya sebagai dana talangan, terhadap kekurangan angsuran kita,” ungkapnya.
Hingga angsuran selesai, uang perusahaan yang dipakai sebagai dana talangan kurang lebih Rp 28 miliar. Sesuai akta disetujui, dari Rp 28 miliar, koperasi menyetujui untuk dikenakan bunga. Total dari Rp 28 miliar sekira Rp 7 miliar, jadi total utang dana talangan koperasi sebenarnya Rp 35 miliar.
Namun, kata Darma, setelah utang ke BNI selesai, sewaktu pihak koperasi mengangsur utang dana talangan, diketahui utang dibungakan lagi oleh pihak perusahaan tanpa ada kesepakatan dengan koperasi.
“Dalam gugatan ini ada dua yang kita minta, yaitu pertama perbuatan wanprestasi karena mereka tidak memenuhi kewajibannya. Kedua, perbuatan melawan hukum itu sendiri,” pungkas Darma, dan mengharapkan perusahaan menghormati keputuusan Majelis Hakim PN Pasir Pangaraian.
Kuasa Hukum PT PISP II, Heru Susanto mengharapkan, sebelum putusan berkuatan hukum tetap atau inchrah, masing-masing pihak untuk saling menghormati hasil putusan persidangan, sebab masih ada upaya lain, baik banding maupun kasasi.
“Kita koordinasi ke klien ke imperson, tetapi saya yakin pasti kita akan menggunakan upaya-upaya hukum yang ada. Karena menurut analisa hukum kami, ada kejanggalan-kejanggalan pertimbangan majelis hakim disini,” jelas Heru.
Kejanggalan pertimbangan majelis hakim, kata Heru, seperti dana talangan sudah ada kesepakatan, artinya dana talangan itu sesuai bunga yang berlaku di Perbankan.
Ditanya soal belum produksinya tanaman sawit di lahan sekitar 178 hektare milik Koperasi BBL Desa Ulak Patian, menurut Heru Susanto, dari pertimbangan majelis hakim PN Pasir Pangaraian tidaknya begitu terbukti.***(fit)