Novel, korban memanasnya hubungan KPK & Polri?

Jakarta (segmennews.com)-Sejak ditangkapnya penyidik KPK, Novel Baswedan oleh pihak kepolisian, masyarakatpun mulai bertanya-tanya siapa sebenarnya Novel?.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto menyebut Novel Baswedan sebagai salah satu penyidik terbaik yang dimiliki KPK. Sepupu Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan itu bertugas menjadi penyidik KPK sekitar enam tahun. Novel menjadi Wakil Ketua Satgas kasus simulator yang ditangani KPK. Novel pernah bersitegang dengan kepolisian saat menggeledah Kantor Korps Lalu Lintas (Korlantas) Mabes Polri.
Novel juga menjadi penyidik dalam kasus Muhammad Nazaruddin. Ia bahkan sempat dipanggil ke pengadilan atas permintaan pengacara Nazaruddin yang merasa keberatan dengan proses penyidikan di KPK. Novel datang memberi kesaksian di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor Jakarta). Novel pula yang menyidik kasus suap cek pelawat yang berhasil menjebloskan Nunun Nurbaeti, istri Mantan Wakapolri Adang Daradjatun, ke penjara.
Meski bukan termasuk dalam 20 nama penyidik yang ditarik Polri, Novel adalah salah seorang penyidik yang menyatakan memilih menjadi pegawai KPK. Niat itu sudah dikabulkan KPK. “Dia sudah menjadi pegawai tetap KPK. Seharusnya semua institusi lain menghormati. Pak Novel adalah pegawai negeri yang statusnya sebagai pegawai KPK,” katanya.
Sejak menangani kasus simulator, berbagai ancaman kerap diterima Novel dan keluarganya. Kakak kandungnya, Taufik Baswedan mengatakan, satu jam setelah berita penangkapan Novel, ia sempat berkomunikasi lewat BBM, lalu terputus. Novel sempat menelepon. Ia hanya bilang, “Jaga ibu.”
Sepak terjang Novel yang gigih bekerja membongkar kasus korupsi di bawah naungan KPK, diduga kuat mengapa ia menjadi korban kriminalisasi. Novel yang terakhir berpangkat Kompol itu berani membongkar korupsi di institusi Polri. Untuk kali pertama, seorang perwira aktif diproses hukum karena kasus korupsi.
Bambang mengatakan, KPK melakukan semua upaya untuk melindungi Novel dan keluarganya. Demikian pula dengan penyidik KPK yang lain. KPK membentuk tim hukum dan menyediakan pengacara untuk melindungi penyidiknya.

Dalam kesempatan lain, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad yakin Novel Baswedan tidak melakukan kesalahan. Keyakinan yang ia sampaikan ini terkait fakta hasil penelitian yang ia lakukan. “Novel tidak melakukan seperti yang dituduhkan. Dengan begitu, saya siap mem-back-up agar tidak dilakukan kriminalisasi,” ujar Abraham seusai dialog dengan ulama dan tokoh agama di Kota Semarang, Sabtu, 6 Oktober 2012.

Ia menilai, upaya pelemahan dengan cara kriminalisasi terhadap KPK ini dilakukan sistematis terorganisasi, termasuk puncaknya pada upaya penjemputan secara paksa di kantor yang ia pimpin, Jumat malam kemarin. Upaya kriminalisasi ini dinilai sebagai teror psikis berupa tekanan terkait kasus yang ditangani para penyidik.
“Saat itu, situasinya sudah tak kondusif dan sangat mencekam bagi penyidik idealis yang selama ini dari polisi. Mereka punya hati nurani dan ingin tetap bergabung dengan KPK,” ujar Abraham.

Dia mengaku sudah melaporkan insiden ini ke Presiden lewat Menteri Sekretaris Negara serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Namun, ia belum mendapatkan jawaban dari Presiden.

Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. menilai upaya melemahkan KPK ini terjadi sejak lama. Ia membeberkan upaya kriminalisasi sejak zaman Antasari ditahan.
“Saat itu, Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat mengusulkan untuk membubarkan (KPK). Dengan alasan kolektif kolegial, karena Antasari ditahan,” ujar Mahfud pada kesempatan sama.
Upaya melemahkan KPK juga terjadi pada kriminalisasi atas Bibit (Bibit Samad Rianto) dan Chandra (Chandra M. Hamzah), yang kemudian ada upaya mengajukan gugatan pembubaran ke Mahkamah Konstitusi. Ia menilai persoalan korupsi itu diwarnai saling sandera, yang saat ini masih diarahkan ke KPK. (snc/prc)