Jakarta (segmennews.com)-Kapolri Jenderal Timur Pradopo mengaku tidak mengetahui sepak terjang bawahannya yang mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi pada Jumat (5/10) malam. Hal itu dibenarkan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Sutarman. Menurutnya, Polda Bengkulu yang berencana menangkap penyidik KPK, Novel Baswedan memang tidak harus mengabari Kapolri ketika akan melakukan penangkapan kasus tindak pidana umum. Koordinasi hanya dilakukan dengan Polda Metro Jaya.
“Pak Kapolri juga enggak dikabari. Kewenangan penyidik kan melakukan penangkapan. Penyidik itu kan independen. Kalau sama Polda Metro ada, karena kalau ingin melakukan penangkapan di wilayah orang, harus diberitahukan supaya tidak diteriakin maling. Katakanlah, seperti KPK mau nangkap di Buol. Kalau enggak bisa nangkap, minta sokongan polisi sana boleh. Nggak perlu ke Kapolri, ke polisi daerah saja,” papar Sutarman dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Sabtu (6/10).
Ketidaktahuan Kapolri juga sempat mengundang tanda tanya dari Menkopolhukam Djoko Suyanto. Ia mempertanyakan bagaimana bisa hal tersebut tidak dikoordinasikan kepada Kapolri Timur Pradopo. Mengingat situasi antara KPK dan Mabes Polri, akhir-akhir ini semakin panas semenjak mencuatnya kasus dugaan korupsi simulator SIM.
Apalagi, dari pemberitaan media massa saat itu menyebut suasana kedatangan anggota Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya, membuat suasana KPK seperti tengah diintimidasi Polri secara tidak langsung. Berbagai spekulasi pun muncul. Ada yang mengatakan ini bentuk intervensi karena KPK melakukan pemeriksaan pada Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka kasus dugaan suap simulator di Korlantas Polri. Ada pula kalangan yang mengira kedatangan polisi untuk menjemput paksa lima penyidik polisi di KPK, yang tak mau kembali ke satuannya.
Meski, Polri mengaku kedatangan sejumlah perwira menengah itu karena akan berkoordinasi dalam penangkapan penyidik KPK Novel Baswedan. Ia diduga terlibat dalam kasus penganiayaan berat di Bengkulu, Februari 2004 silam.
“Saya perlu jelaskan, murni ini ada penyidikkannya dan saya sudah mendapatkan laporan langkah-langkah yang diambil oleh penyidik. Kalau sesuai ketentuan silakan dilakukan penyidikannya. Penyidikannya independen. Tidak boleh orang memerintahkan orang untuk menangkap, tidak menangkap, menahan atau tidak menahan. Sepenuhnya itu wewenang di penyidik,” pungkas Sutarman.(snc/jpnn)