Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis 17 Oktober 2013, menahan mantan Menpora Andi Mallarangeng. Andi yang sudah diperiksa sebagai tersangka sebanyak tiga kali itu, sudah ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam kasus Proyek Sarana dan Prasarana Olahraga di Hambalang, Bogor. Ia ditahan untuk 20 hari ke depan di Rutan KPK.
Mengenakan rompi tahanan berwarna oranye, Andi yang ditemani pengacaranya, Harry Pontoh dan adik kandungnya, Rizal Mallarangeng, terlihat tenang. Kepada para wartawan dia menebarkan senyum khasnya.
Andi mengungkapkan bahwa dia menerima dengan lapang dada penahanan ini dan menganggapnya sebagai sebuah proses yang harus dilalui. Juga menegaskan bahwa dia sesungguhnya sudah lama ingin ditahan, disidang, agar duduk soal kasus ini menjadi terang benderang. “Sehingga ketahuan siapa yang salah. Yang tidak salah, ya tidak salah,” kata Andi.
Andi memang tidak sendirian dijerat dalam kasus ini. Banyak tersangka lain. Dan menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan, proyek Hambalang yang dialokasikan lebih dari Rp1 triliun untuk tahun angaran 2010-2012, telah merugikan negara lebih dari Rp400 miliar. Selain Andi, tersangka kasus Hambalang yang telah ditetapkan sebagai tersangka adalah mantan Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Andi memilih mundur dalam jabatan menteri setelah dicekal dan sehari sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Memilih fokus menyelesaikan kasus ini. Dia juga mundur dari jabatan sebagai Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat. Tetapi sejumlah petinggi Partai Demokrat menegaskan Andi tetaplah kader partai yang dibesut SBY itu.
Sesudah meninggalkan sejumlah jabatan itu, Andi memang lebih banyak berdiam di rumahnya yang teduh di kawasan Cilangkap. Menekuni kembali dunia yang sudah lama ditinggalkannya: buku. Dengan bantuan sejumlah kawan, dia menata kembali buku-buku di perpustakaan kecil di ruang depan rumahnya. Ditata menurut kategori.
“Lebih mudah mencarinya, dulu hanya saya yang tahu buku berjudul ini ada di mana,” kata Andi kepada Karaniya Dharmasaputra dan Wens Manggut dari VIVAnews, yang menemuinya beberapa waktu lalu.
Perpustakaan kecil itu tak jauh dari tangga menuju lantai dua. Dinding tangga menuju lantai dua itu, seperti merekam riwayat hidup Andi, yang oleh keluarga dan sahabatnya disapa Anto itu. Foto-foto dari masa kecil dan masa muda berambut gondrong memaku ditembok itu.
Selain berkutat dengan buku, Andi juga menekuni hobi lamanya, beternak ayam. Membuat sebuah kandang kecil dengan 6 atau 7 ayam di belakang rumah.
“Ini namanya ayam ketawa. Nanti kita dengar bagaimana dia ketawa,” cerita Andy soal jenis-jenis ayamnya itu. Dia juga membunuh waktu dengan bersepeda. Menelusuri sejumlah jalan-jalan kampung di Cilangkap, Cibubur, Cimanggis hingga Sentul.
“Banyak bertemu teman-teman baru yang juga senang olahraga bersepeda,” katanya.
Bagaimana dia melewati hari-hari menanti kasusnya diproses, menanti penahanan dari KPK, dan apa yang dipersiapkan sebelum ditahan. Berikut petikan wawancara dengan VIVAnews itu.
Apa kegiatan yang dilakukan sekarang?
Pekerjaan saya sekarang antar jemput anak. Ya, dulu saya tidak pernah antar jemput anak, sekarang sering. Sekarang bisa baca buku sampai tuntas, termasuk bisa baca novel. Library bisa dikatalog atau segala macam. Bisa pelihara ayam. Ya lebih banyak waktu untuk keluarga. Di samping itu sambil mempersiapkan langkah-langkah pembelaan dengan pengacara-pengacara. Itu yang sehari-hari saya lalukan. Juga main tenis, main sepeda, sekali-kali pergi mancing.
Jadi belakangan ini kerap bertemu dengan pengacara?
Pada waktu-waktu dibutuhkan. Belum banyak juga yang bisa dilakukan pengacara, lantaran belum jelas tuntutannya apa. Kalau sudah ada penuntutan, kan bisa dilihat tuntutannya apa. Dari situ baru bisa disusun pembelaannya.
Intinya, kapan saja dipanggil dan ditahan kami selalu kooperatif. Kapan saja. Dipanggil sebagai saksi atau diperiksa sebagai tersangka. Bahkan terakhir itu saya dipanggil jam 8 pagi, tapi penyidiknya pada belum siap. Jadi jam 10 baru diperiksa. Selalu saya hadir dan insya Allah tepat waktu. Jadi nggak ada masalah.
Saya ikuti saja prosedur dari KPK. Kami akan melakukan pembelaan sesuai dengan kaidah- kaidah hukum, dan bukti-bukti yang ada. Memang katanya saya akan ditahan, tapi sampai sampai sekarang ini belum ada surat panggilan.
Anda siap kalau ditahan?
Oh siap. Saya sudah minta kepada istri untuk menyiapkan baju-baju satu koper lah. Satu koper kecil untuk dibawa hahahaha.
Apa isi koper itu?
Pakaian saya. Alat mandi barangkali dan pakaian dalam. Tapi yang penting buku-buku yang temanya enak buat dibaca. Karena kalau di tahanan barangkali banyak waktu senggang. Saya berharap masih bisa berolahraga ditahanan. Saya ini kan selalu rutin olahraga. Mudah-mudahan masih bisa tetap olahraga, baca buku dan mudah-mudahan masih bisa menulis.
Yang harus saya lakukan adalah mempersiapkan keluarga saya sendiri. Karena barangkali keluarga yang lebih berat. Kalau saya sendiri sudah siap secara psikologis maupun fisik. Tapi Alhamdulillah, anak-anak, ibunya mungkin sedikit emosional tetapi mudah-mudahan juga siap. Anak saya yang paling kecil barangkali, ya musti dijelaskan dulu dengan baik.
Bagaimana cara Anda mempersiapkan keluarga menghadapi kasus ini dan semua kemungkinan terburuk?
Saya memilih membicarakan duduk soal kasus ini dengan mereka. Kenapa kasus ini begini. Mengapa begitu. Pokoknya segala macam seputar kasus ini. Saya memilih membicarakannya daripada tidak membicarakannya. Dengan membicarakannya secara terbuka mereka bisa siap.
Mereka tahu bahwa suatu ketika saya mesti ditahan. Mental mereka harus disiapkan. Bahwa penahanan itu adalah prosedur dari KPK yang harus saya ikuti.
Meski, kalau kita membaca di KUHP, tidak mesti ditahan. Kalau yang ditakutkan menghilangkan barang bukti atau melarikan diri, rasanya itu tidak pas dengan saya. Tapi saya siap mengikuti prosedur KPK. Kalau memang harus ditahan, ya baju-baju sudah siap, buku sudah saya pilih-pilih juga. Insya Allah pada waktunya saya siap.
Dan makin ditunda makin buruk bagi Anda?
Saya terserah KPK. Kalau tidak ditahan, saya mau memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya bersama keluarga, melakukan hal-hal apa yang saya senang. Kemarin baru naik sepeda ke Sentul 40 km, lumayan masuk ke kampung- kampung.
Sempat tersesat?
Oh no. Kebetulan ketemu juga dengan penggemar sepeda yang lain yang menunjukkan jalan lewat rel kereta api ke Cibinong, dan ngelewatin lembah dan sungai. Itu view-nya luar biasa. Jadi saya sekarang tiap minggu sama anak, teman-teman, sepupu, adik-adik, dan keponakan, saya ajak, “Ayo, bersepeda ke mana”. Beberapa waktu lalu ke Muara Baru. Jadi habis dari rumah ibu saya di Pulomas langsung sepedaan. Sampai tujuan langsung makan ikan bakar. Itu sangat menyenangkan.
Bagaimana Anda menilai kasus ini dan bukti-bukti yang dimiliki KPK?
Saya tidak mau berspekulasi. Yang penting bagi saya adalah bahwa sudah hampir 10 bulan, saya masih terkatung-katung. Rekening-rekening juga diblokir. Saya juga tidak bisa beraktivitas karena sewaktu-waktu saya bisa dipanggil, sewaktu-waktu bisa ditahan. Jadi agak sulit membuat planning jangka panjang mau bikin apa.
Kalau tahu begini dari dulu saya ngajar saja kan. Ada banyak tawaran mengajar, tapi saya tidak mungkin bisa mengajar karena saya tidak tahu apakah bisa selesai satu semester atau tidak.
Rekening anak saya juga diblokir, tapi Alhamdulillah sekarang sudah dilepas karena sama sekali tidak perlu. Yang Gilang (Gilang Mallarangeng) itu rekeningnya cuma Rp15-16 juta, hasil dari kerjaannya sendiri. Anak saya yang di UI rekeningnya juga diblokir, isinya cuma Rp50 ribu, itu untuk dipakai bayar SPP, tapi sudah dilepas.
Artinya KPK juga bisa bikin kesalahan dalam melakukan pemblokiran. Mereka juga manusia, tapi setelah kami beritahu akhirnya dilepaskan. Kemarin anak saya bayar SPP pinjam rekening temannya. Tapi its ok, kita ikuti saja prosedur dari KPK. Tempat terbaik menjelaskan kasus ini secara terang benderang adalah di pengadilan. Kami menunggu itu.
Kalau audit tahap II BPK itu Anda sudah baca?
Saya sudah baca. Saya baca yang ada beberapa nama itu. Tapi katanya bukan itu yang diserahkan ke DPR. Jadi saya tidak tahu mana yang benar. Apakah berkas yang saya baca itu yang benar, tidak tahu juga. Yang saya amati bahwa secara keseluruhan, tidak ada yang langsung terkait dengan saya. Sama dengan audit pertama. Saya bertugas menjalankan kewenangan, tinggal tanda tangan lah. Tetapi kan ada yang kewenangannya ada pada saya tapi tidak saya tanda tangan. Kalau saya tanda tangan lebih parah lagi.
Ada cerita lain dalam audit tahap kedua itu. Katanya ada dana Rp500 juta, yang katanya diberikan kepada tim sukses saya atas permintaan Pak Mahyudin. Jadi, katanya Pak Wafid bahwa katanya Pak Mahyudin minta kepada dia uang untuk membantu saya di kongres. Lalu kemudian katanya lagi itu diberikan ke ajudannya Pak Mahyudin, lalu kemudian berhenti di situ cerita itu. Jadi, semuanya berupa, “katanya”.
Bagi saya sendiri, sayang sekali kalau hanya sepihak seperti itu. Semua orang tahu bahwa Pak Mahyudin itu tidak mendukung saya dalam Kongres. Dia masuk tim inti kompetitor saya. Bagaimana mungkin dia cari duit untuk pemenangan saya. Sayang sekali memang bahwa hal yang sangat sumir semacam itu, yang bertumpu pada katanya… katanya… dimasukan di dalam audit. Walaupun tidak masuk dalam kesimpulan dan hanya masuk dalam salah satu cerita sampingan.
Kalau tentang adik Anda?
Ada juga tentang adik saya, Choel Mallarangeng, yang katanya mengatur ini, mengatur itu, tapi saya tanya kepada Choel dia bilang itu nggak benar. Dia nggak pernah berhubungan dengan segala macam itu. Mungkin ada pertemuan- pertemuan, saya tidak terlalu kenal, saya tidak tahu betul. Jadi saya juga bingung dengan cerita-cerita itu. Makanya kami siap dan menunggu saja apa tuntutan dari KPK, apa bukti-buktinya, tentu saja kami akan melakukan pembelaan.
Yang jelas saya tidak melakukan korupsi. Saya tidak pernah meminta atau menerima uang, tetapi bahwa saya menterinya dan di dalam kementerian itu ada persoalan, itu betul. Saya juga merasa punya tanggung jawab moral dalam hal ini. Kalau persoalan hukum silakan disidik. Yang bersalah secara hukum ya harus bersalah, yang tidak salah nyatakan saja tidak salah. Mudah-mudahan nanti hakimnya juga memilah-milah bukti-bukti, keterangan-keterangan, dan sebagainya secara adil. Dan kalau saya salah nyatakan saya salah. Kalau saya tidak salah, nyatakan juga dengan jelas bahwa saya tidak salah.
Jadi jangan karena ditekan-tekan segala macam. Ini kan kesannya kalau perkara korupsi, hakim takut untuk memutuskan tidak salah. Nanti kemudian dibilang ada apa atau ada apa ini hakim, lalu diajukan ke Kompolnas atau KPK, sehingga hakim takut. Jadi jangan sampai ada hal-hal seperti itu juga. Kebernaran ditegakan, termasuk dengan cara membebaskan hakim dari ketakutan.
Dukungan teman-teman partai bagaimana?
Di rumah saya ini, ada saja teman-teman datang. Ada teman-teman dari partai silaturahim sambil update hal-hal tentang partai. Saya juga
mengikuti dari berbagai macam berita-berita atau informasi dari kawan-kawan dari partai. Teman-teman sekolah dulu baik dari Universitas Gadjah Mada, keluarga, sahabat- sahabat datang ke sini. Karena itu ya saya sangat terbuka teman-teman datang kemari, yang penting SMS saya dulu, jangan sampai saya lagi jalan ke luar.
Ada teman yang sudah lama tidak bertemu, tapi sekarang bisa bertemu?
Oh iya. Yang lama tidak ketemu lalu kemudian mampir ke sini. Saya terharu juga. Waktu saya jadi menteri, katanya dia nggak mau datang, nanti dikira cari-cari apa gitu. Setelah saya nggak jadi menteri, sekarang dia datang. Saya bilang kalau mau datang ya datang saja, nggak ada persoalan jadi menteri atau nggak jadi menteri.
Teman waktu saya masih jadi mahasiswa, teman di HMI, atau teman-teman aktivis yang waktu saya jadi menteri nggak mau datang sekarang pada datang. Ada juga yang cuma SMS, macam-macamlah. Mendoakan, atau say hi, atau kasih-kasih informasi. Kalau ada waktu undangan kawinan selalu paling banyak hadir. Lebih banyak waktulah. Yang penting sehat bagi saya. Lebih banyak punya waktu buat social relation.
Dulu kalau Sabtu-Minggu terus ada kegiatan, karena kegiatan Pemuda dan Olahraga kan Sabtu-Minggu. Jadi sudah sejak lama, saya itu waktu untuk keluarga sangat kurang. Sekarang malah punya waktu lebih banyak.
Saya Alhamdulillah semua hal yang saya kerjakan ada kepuasan tersendiri. Baik jadi pengamat, jadi dosen, jadi Juru Bicara Presiden juga membawa suatu kepuasan. Jadi menteri juga begitu. Melakukan suatu kebaikan yang tidak terlupakan. Sekarang ketika tidak menjadi apa-apa, justru memberi kepuasan tersendiri juga.
Mungkin bagi orang lain mengantar anak pergi sekolah itu sesuatu beban, bagi saya itu kenikmatan. Waktu mau jemput anak kan di halaman sekolah ibu-ibu semua, jadi saya ikut-ikut ngobrol sama ibu-ibu sambil foto-foto. Saya satu-satunya yang bapak-bapak, yang lain ibu-ibu semua. Sekolah anak saya kan dekat sekali, jalan kaki saja.
Dalam situasi seperti ini, apakah Anda canggung bertemu orang?
Nggak juga. Saya berusaha biasa-biasa saja. Walaupun memang, pastilah kalau ketemu orang, ada saja yang nanyain ‘Bagaimana Pak kasusnya?. Kebanyakan mendoakan saya. Mereka bilang, ‘Yang sabar ya Pak.’ Ada juga yang ngajak diskusi. Sebisa mungkin kalau saya punya waktu saya ladenin.
Bagaimana Anda menjawab pertanyaan-pertanyaan itu?
Ya saya jawab dengan baik saja. Karena bagaimanapun, capek juga menjawab berulang-ulang. Tapi kebanyakan sih tidak ada masalah, orang Jawa bilang dilakoni wae. Kita ikuti saja dengan sabar dan iklhas.
Ada hobi baru?
Nggak ada juga tuh. Yang saya lakukan adalah hobi lama , yang dulu nggak bisa dilakukan karena sibuk. Jadi hobi lama itu seperti menjadi hobi baru. Mengurus tanaman, ngurus ayam. Bukan hobi baru tapi belajar sesuatu yang baru. Misalnya, ternyata kita bisa nonton dari internet film-film lama, film-film koboi. Saya senang dan kaget sekali. Yang ngajarin anak saya. Pakai Galaxy, pakai iPad. Dengan demikian nonton film-film koboi zaman dulu seperti Jhon Wayne bisa di YouTube atau di website lain. Kalau punya waktu saya nonton saja dari Galaxy atau iPad cari film-film lama yang dulu-dulu. Beberapa serial China seperti Ko Min Ho. Kalau film baru biasanya di bioskop.
Soal konvensi Demokrat bagaimana?
Saya mengikuti saja terus.
sumber:viva