Jakarta (SegmenNews.com)- Penyimpangan kekuasaan, korupsi, dan tindakan penyelewengan lain di lingkungan pemerintahan, ternyata masih ditemui dalam lingkungan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pakar Reformasi Birokrasi, Miftah Thoha mengakui, kesempatan melakukan perbuatan ‘nakal’ kerap terjadi pada pekerjaan yang bersinggungan dengan uang dan kekuasaan.
“Remunerasi antar departemen yang tidak merata bisa mendorong PNS melakukan korupsi, karena besaran remunerasi berbasis kinerja juga tergantung anggaran pemerintah pusat. Misalnya remunerasi di departemen A cukup, tapi di tempat lain masih kurang. Ini yang jadi tanda tanya,” ungkap Miftah kepada Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Kamis (20/2/2014).
Namun kata dia, niat korupsi kembali pada pribadi masing-masing PNS. Meski memperoleh penghasilan tinggi sekalipun, lanjutnya, apabila seorang pelayan masyarakat ini berambisi memperkaya diri maka timbul dalam diri untuk melakukan tindakan tidak terpuji.
“Tergantung mental masing-masing orang, sebab mereka (PNS) yang berbuat korupsi biasanya haus terhadap harta dan kekuasaan. Mau punya gaji, remunerasi dan tunjangan besar, kalau pribadinya sudah tidak baik ya begitulah,” terang Miftah.
Miftah mengatakan, keinginan mengambil hak orang lain juga dilatarbelakangi karena adanya kesempatan. Artinya, dia bilang, korupsi mayoritas terjadi apabila PNS bekerja di “lahan basah” atau yang bersinggungan dengan fulus.
“Biasanya (korupsi) banyak dilakukan orang yang berhadapan dengan duit atau yang mengelola keuangan. Contohnya Kementerian Keuangan, Direktorat Pajak, Direktorat Bea dan Cukai dan lainnya. Jadi curigai saja tapi tentu harus berdasarkan fakta,” papar Miftah.
Sementara bagi PNS lain di luar itu, tambah dia, bukan berarti menutup pintu korupsi. “Banyak PNS yang tidak mengelola keuangan justru korupsi waktu alias bolos,” cetus Miftah mengakhiri perbincangan.****
sumber: liputan6
red: son