Rokan Hulu(SegmenNews.com)– Mensikapi beberapa kejadian akhir-akhir ini, yang terkait dengan permasalahan kerukunan antar umat beragama dan pendirian rumah ibadah di beberapa wilayah di Indonesia, seperti kasus Tolikara di Papua dan kasus Singkil di Aceh, maka Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah, hendaknya dapat ditingkatkan menjadi Undang-Undang.
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi umat beragama untuk dapat melaksanakan ibadah dan mendirikan rumah ibadah, sesuai dengan hokum agamanya, dengan tidak terganggu oleh umat beragama lain, dan bahkan tidak mengganggu umat beragama lainnya.
Demikian disampaikan Kakan Kemenag Rohul, Drs H Ahmad Supardi Hasibuan MA, kepada sejumlah wartawan berbagai media, Jumat (6/11/2015) bertempat di kantornya, Jalan Ikhlas Kompleks Perkantoran Pemerintah, Kota Pasir Pengaraian.
Dikatakannya, masalah kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadah adalah sesuatu yang sangat urgent, karena berkaitan bukan hanya dengan kepentingan masing-masing umat beragama, tetapi juga terkait dengan keutuhan NKRI dan perwujudan Bhinneka Tunggal Ika.
Ahmad Supardi Hasibuan, yang mantan Kepala Humas dan Perencanaan Kanwil Kemenag Prov Riau ini, mengatakan bahwa peningkatan peraturan yang terkait dengan kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadah ini menjadi UU, akan memberikan perlindungan kepada seluruh warga Negara.
Oleh karena itu, sangat tidak masuk akal jika peraturan ini dihapuskan sebab dikhawatirkan akan terjadi gesekan, bentrokan dan bahkan pertikaian di antara umat beragama. Jika ini terjadi, maka tidak menutup kemungkinan, akan terjadi kerusuhan massal dan bahkan perang saudara.
Menurut Ahmad Supardi lagi, masalah rumah ibadah adalah simbol penganut umat beragama pada satu daerah tertentu, sementara masyarakat kita sangat sensitive terkait dengan rumah ibadah ini. Oleh karenanya, tidak perlu heran, jika rumah ibadah berdiri, mendapatkan penolakan dari umat beragama lain. makanya perlu payung hukum yang kuat setingkat UU.***(rls)