Pekanbaru(SegmenNews.com)-Kapolda Riau diminta memerintahkan seluruh jajarannya untuk menangkap para debt collector yang melakukan aksi premanisme dengan merampas kendaraan kreditur yang terlambat melakukan pembayaran.

Hal ini ditegaskan Muhammad Zainuddin, SH, Praktisi Hukum dari Kantor Bantuan Hukum Nusantara Sepakat, Senin (7/5/2018). Dikatakannya, aksi premanisme debt collector akhir-akhir ini sudah sangat meresahkan warga Kota Pekanbaru.
Di antara aksi premanisme tersebut lanjutnya, dilakukan beberapa debt collector dengan merampas dan menarik palsa kendaraan kreditur. Baik dilakukan di jalanan maupun di rumah kreditur yang terlambat melakukan pembayaran.
“Kami minta Polisi peka terhadap keresahan masyarakat saat ini, dengan menindak lanjuti segala pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan aksi premanisme debt collector. Sangat jelas itu semua preman berkedok Debt Collector,” ujarnya.
Lebih lanjut diungkapkannya, perbuatan debt collector yang main rampas kendaraan kreditur di jalanan karena terlambat membayar, tidak dapat dibenarkan. “Main rampas itu tidak dapat dibenarkan apapun alasannya. Karena proses kredit telah melalui proses analis. Berdasarkan analisis kredit tersebut, maka debitur layak di berikan kredit. Jika terjadi macet juga berarti juga terjadi kesalahan pada analisis yang di lakukan oleh Kreditor,” ujarnya.
Lebih lanjut diterangkannya, ketentuan hukum soal kredit sudah diatur dalam Undang Undang Fidusia dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 130/PMK 010/2012 dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011.
Perilaku Perusahaan finance yang menggunakan jasa preman berkedok debt collector untuk mengambil unit motor atau mobil juga tidak dibenarkan menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 130/PMK 010/2012 dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 perbuatan tersebut terkwalifikasi kedalam tindakan perbuatan melawan hukum.
Karena unit mobil dan motor konsumen atau kreditur wajib di daftarkan ke Fidusia. Menurut Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011, peraturan terbut sebenar ada untuk memberikan keseimbangan hukum antara kereditur dan dibitur di mana kreditur piutangnya di jamin oleh undang undang fidusia hak harus di bayar oleh debitur dan debitur kewajibanya harus membayar hutangnya kepad kreditur itu sebenarnya mendasari lahirnya undang undang fidusia tersebut.
“Penarikan unit itu perbuatan hukum, di negara ini yang di berikan kewenangan melakukan penarikan atau eksekusi menurut Undang undang adalah juru sita pengadilan, bukan preman dept colector itu dan menurut Perkap Kapolri Nomor 8 tahun 2011 dapat didampingi oleh aparat kepolisian.***(ran)