Dijelaskan Suripto, hasil penyidikan RSUD merujuk PNS mengurusi kesedian alat kesehatan dari program Jamkesda, mensuplai alat.
Tapi dalam prakteknya tiga dokter malah membeli sendiri obat yang dibutuhkan dari distributor dan diserahkan kepada RSUD.
Untuk administrasi penagihan, tiga dokter tersebut meminta bantuan pihak CV PMR, dengan diimingi komisi atau fee 5 persen.
Penjualan obat-obatan itu dilakukan dengan harga yang tinggi tidak sesuai dengan harga sebenarnya.
“Dokter itu membeli sendiri obat-obatan ke distributor. CV.PMR hanya membuat administrasi penagihan dengan komisi 5 persen. Sebenarnya CV PMR tidak menjual obat-obatan,” kata Suripto.
Selanjutnya, setelah RSUD menyerahkan uang. Yuli dan Mukhlis dari pihak CV PMR memberikan uang tersebut kepada para dokter tersebut.
“Kasus ini terjadi sepanjang tahun 2012 sampai 2013. Berdasarkan penghitungan BPKP negara dirugikan sebesar Rp420 juta lebih,” ujarnya.
Sejauh ini, hanya satu orang dari pihak CV PMR yang sudah mengembalikan kerugian negara, empat tersangka lainnya belum mengembalikan.
Disamping itu, dalam penahanan tersangka ini, Suripto menampik tudingan kriminalisasi terhadap dokter. Sebab, kata Suripto, pada prinsipnya tersangka korupsi ditahan.
“Tidak ada kriminalisasi, kalau dokter akan mogok, janganlah. Mereka kan sudah teringat sumpah, utamakan kepentingan masyarakat,” tutupnya.***(ran)