Pekanbaru(SegmenNews.com)- Sudah dua pekan Komisi V DPRD Riau mengadakan rapat secara maraton dengan Dinas Pendidikan beserta kepala sekolah tingkat SLTA se-Provinsi Riau. Pertemuan yang diadakan hampir setiap hari itu membahas mengenai masalah biaya pendidikan yang masih dikeluhkan masyarakat. Penyebabnya adalah masih adanya pungutan dan iuran wajib yang dibebankan pihak sekolah kepada wali murid.
Maka dari itu, rapat rutin yang diadakan memiliki tujuan agar tidak ada lagi beban biaya sekolah yang diemban wali murid. Hal itu dikemukakan Anggota Komisi V DPRD Riau Husaimi Hamidi. Ia menerangkan, sejak pertemuan pertama sudah hampir separuh kepala sekolah dari 6 kabupaten/kota ikut dalam pertemuan. Rencananya rapat akan diadakan secara maraton untuk mendapat titik temu atas persoalan yang juga dialami pihak sekolah.
“Pertama memang kami ingin mencari tau dahulu berapa beban biaya yang diwajibkan sekolah ke wali murid. Biaya itu untuk apa rinci nya. Karena sampai sekarang memang masih menjadi tanda tanya oleh masyarakat. Selain besaran biaya berbeda antar sekolah, wali murid juga tidak dipaparkan secara jelas uang yang dipungut untuk apa saja,” sebut Husaimi.
Lebih jauh disampaikan dia, pihaknya memang ingin agar tidak ada lagi sekolah yang memungut biaya kepada wali murid. Dengan catatan, seluruh keperluan sekolah dapat dipenuhi oleh pemerintah. Hal itulah yang selama ini menjadi persoalan. Sehingga sekolah membebankan biaya pungutan kepada wali murid. Masalah lainnya adalah adanya miss komunikasi antara pihak sekolah dengan Dinas Pendidikan selaku perpanjang tangan pemerintah.
Suasana rapat dengar pendapat Komisi V DPRD Riau dengan kepala sekolah tingkat SLTA se Provinsi Riau dan Dinas Pendidikan Riau baru-baru ini.
Seperti penyampaian kebutuhan sekolah secara rinci untuk setiap tahun ajaran. Padahal itu sangat penting agar dinas bisa makomodir kebutuhan sekolah. Terutama yang bersangkutan dengan proses belajar mengajar. Karena untuk kebutuhan selain itu, seperti pembangunan sekolah, renovasi gedung, pembangunan mushalla dan lainnya itu bisa memanfaatkan anggaran yang berasal dari APBN.
“Kalau seperti itu kan ada BOS yang bersumber dari APBN. Kalau proses belajar mengajar bisa kita upayakan melalui BOSDA yang bersembuer dari APBD. Namun kan belum sinkron. Harusnya ada detail atau rencana sekolah dalam 1 tahun ajaran. Disana kita bisa tau kebutuhannya detail seperti apa,” pungkasnya.
Sementara ini, pihaknya akan terus memanggil seluruh kepala sekolah se-Riau sampai mendapat kesepakatan bersama. Beberapa catatan penting yang ia peroleh selama rapat yang diadakan, bahwa untuk kepentingan diluar proses belajar mengajar masih dibebankan kepada wali murid. Dengan besaran yang berbeda-beda tiap sekolah. Jika memang itu dibolehkan, harusnya menurut dia besaran yang dipungut juga diseragamkan. Sehingga tidak menjadi tanda tanya.
Disamping itu, pihaknya juga akan mengupayakan bagaimana anggaran pendidikan untuk 2020 bisa meakomodir kebutuhan sekolah. Sehingga tidak ada lagi alasan untuk membebankan biaya kepada wali murid. Hal itu selaras dengan visi dan misi Gubernur yang baru untuk menciptakan sekolah gratis di Bumi Lancang Kuning. Sehingga ada keselarasan antara eksekutif dan legislatif.
“Kami sangat yakin dengan Pak Syamsuar. Karena memang selama memimpin Kabupaten Siak beliau berhasil. Ini yang kami harapkan juga terlaksana di Provinsi Riau. Saya rasa tidak akan terlalu sulit untuk mewujudkan sekolah gratis 2020. Karena antara eksekutif dan legislatif sudah sama-sama selaras,” tambahnya.
***(RPS)