Pekanbaru(SegmenNews.com)- Bekerja sama dengan GM Fest, Universitas Islam Riau menggelar diskusi bertajuk, ‘Generasi Milenial Tanpa Narkoba’. Sejumlah nara sumber penting hadir dalam diskusi yang dimoderatori Dr Rizaldi Putra, MBA. Mereka adalah Konjend (Purn) Dr H Anang Iskandar, SH, MH (Kepala Badan Narkotika Nasional 2012-2015), Dr Kasmanto Rinaldi (Kriminolog Universitas Islam Riau) dan Dr Zul Asdi SpB, MKes (Ketua Ikatan Doktor Indonesia Wilayah Riau).
Menurut Wakil Rektor III Universitas Islam Riau Rosyadi, diskusi ini sangat penting karena narkoba sudah menjalar kemana-mana termasuk ke perguruan tinggi. UIR, ujar Rosyadi, sangat selektif menerima mahasiswa baru. Setiap tahun pihaknya melakukan test urine kepada setiap mahasiswa. Mahasiswa yang terbukti mengkonsumsi narkoba tanpa ampun. Langsung dikeluarkan dari UIR.
”Tahun ini kami mencoret delapan mahasiswa baru yang terbukti mengkonsumsi narkoba. Kenapa? karena kami tidak ingin UIR tercemar narkoba. Kami ingin mendidik anak-anak kami dengan baik. Kalau dia terbukti mengkonsumsi narkoba, silakan direhabilitasi terlebih dahulu,” kata Wakil Rektor dalam sambutannya di Gedung Rektorat UIR, Selasa (29/10 2010)
Rosyadi mengingatkan mahasiswa akan bahaya narkoba. Dikatakan, dalam rentang waktu 15 hingga 20 tahun ke depan kepemimpinan nasional berada di tangan mahasiswa yang sekarang menuntut ilmu di perguruan tinggi. Kita tidak tahu, bagaimana jadinya bila negara ini dipimpin oleh mereka yang terlibat narkoba. Bisa hancur.
”Narkoba itu penjajahan yang paling kejam. Karenanya tolong waktu-waktu kosong mahasiswa diisi dengan beragam kegiatan. Bisa olahraga, seni dan musik atau lain-lain, dan di UIR semua fasilitas untuk beraktivitas tersedia dalam jumlah memadai,” imbuhnya.
Tentang bahaya narkoba juga diurai panjang lebar oleh Anang Iskandar, Kasmato Rinaldi dan Zul Asdi dalam perspektif yang berbeda. Tetapi ketiganya sepakat, pengguna narkoba harus direhebilitasi hingga sembuh. Bukan di penjara. Berebeda dengan pengedar. Mereka yang terbukti mengedarkan narkoba tempatnya memang penjara.
Diakui Anang, ada sedikit kekeliruan dalam penegakan hukum penanganan narkoba. Utamanya terhadap pengguna. Hukum positif kita masih mendahulukan konsep pemenjaraan daripada pemulihan. Dan, ini beresiko bagi pengguna. Ketika pengguna dipenjara mereka belum tentu sehat justru sebaliknya menjadi pintar dalam mensiasati narkoba. Penyakitnya menggunakan narkoba bisa kambuh lagi. Itu sebabnya, ujar Anang, pengguna narkoba dari tahun ke tahun terus bertambah jumlahnya.
Para pengguna menjalarkan terus obat-obat terlarang itu untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Mereka mencari pengguna baru melalui laskar-laskarnya. Dibujuk, dirayu, ditiupu, diperdaya bahkan dipaksa supaya mengkonsumsi narkoba. Masyarakat atau penegak hukum, tambah Anang, kadang juga tak bisa membedakan mana pengguna dan mana pengedar. Yang penting ditangkap dan ada barang bukti.
”Gambaran peredaran narkoba itu seperti peredaran gelap yang susah dipahami. Jadi hati-hati, adik-adik mahasiswa ingat masa depan anda, jangan hancurkan masa depan itu oleh narkoba,” pesan Anang.
Pandangan serupa disampaikan Kasmanto Rinaldi. Berbicara banyak kasus tentang narkoba baik di luar maupun di dalam lembaga pemasyarakatan, Krimimolog ini menyatakan bahwa narkoba tidak mungkin bisa habis. Kita cuma dapat memperkecil ruang geraknya supaya korban tidak terus bertambah. Sistem hukum dan aparat penegak hukum, dinilai Kasmanto, tidak terlalu berdaya bila berhadapan dengan narkoba. Jaringannya tidak semata luas tetapi juga kuat.
”Ketika peredaran obat-obat terlarang itu ditertibkan beragam reaksi negatif akan muncul dari kelompok-kelompoknya. Tak sedikit pula yang memberontak. Sementara law enforcement kita tidak cukup kuat menghadapi fenomena-fenomena ini,” tegas Kasmanto Rinaldi.
Sependapat dengan Anang, menurut Wakil Dekan III Fisipol ini, mereka yang terlibat narkoba tidak mutlak dikirim ke penjara. Tetapi harus direhabilitasi. Penjara dan rehabilitas merupakan dua hal yang berbeda.
”Saya tak sependapat pabila pengguna narkoba dikirim ke penjara. Ini bukan penyelesaian masalah, malah membuat masalah baru. Di dalam penjara mereka akan bertemu dengan para pemain. Lalu diimingi-imingi dengan rupiah. Penyakitnya kambuh lagi. Malah lebih parah,” ungkap Kasmanto.***(chir/rls)