Guru di Inhu Sebut Terdakwa Jaksa Pemeras Pasang Tarif Rp200 Juta Untuk Biaya Perkara

Pekanbaru(SegmenNews.com)-Sidang perkara korupsi dengan terdakwa mantan Kepala Kejaksaan Negeri Inhu, Hayyin Sutikno SH MH, Kasi Pidsus, Ostar Alpansri SH MH dan Kasubsi Barang Rampasan, Rional Febri Fernando SH, Kamis (15/1/2021) kembali digelar di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Dipersidangan terungkap biasa perkara yang wajib disetor oleh terperiksa kepada terdakwa.

Diantaranya Rp100 juta jika kasih tahap pemeriksaan, Rp150 juta jika tahap penyidikan dan Rp200 juta jika perkaranya sudah sampai disidangkan.

Hal ini diungkapkan Eka Satria, Ketua Musyawarah Kelompok Kerja Kepala Sekolah Kabupaten Indragiri Hulu, ketika memberikan kesaksian dihadapan majelis hakim yang diketuai Saut Maruli Tua Pasaribu SH MH. Eka dan sejumlab kepala sekolah dihadirkan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung RI untuk memberikan kesaksian dipersidangan.

Kepada majelis hakim, saksi Eka Satria menceritakan, bahwa awalnya, dirinya dan empat kepala sekolah lainnya dipanggil ke Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu. Mereka diperiksa terkait adanya dugaan penyimpangan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2016, yang dilaporkan LSM Tipikor Nusantara.

Ketika diperiksa, lanjut saksi, jaksa menilai ada kelebihan bayar untuk pegawai honor selama tiga bulan sebesar Rp6 juta. Saat itu jaksa yang memeriksa menyebutkan bahwa kejaksaan hanya memerlukan dua alat bukti untuk mentersangkakan saksi Eka Satria, dan bisa menahannya esok hari.

Pada saat itu saksi mengatakan kelebihan bayar tersebut terjadi karena pegawai sekolah pindah tugas dan sekolah kekurangan tenaga. Sementara Ujian Akhir Nasional semakin dekat. Atas pertimbangan itu, saksi mencari tenaga honor dan mengganti sebesar Rp1,2 juta.

Dikatakan saksi, ketika pemeriksaan tersebut, ada dua jaksa lainnya yang keluar masuk tempat dirinya diperiksa, salah satunya terdakwa Rional. Rional lanjut saksi menunjukkan beberapa video kepada saksi yang dijelaskan terdakwa Rional adalah video tentang 25 orang guru yang ditahannya di Palembang karena tidak koperatif. Hal itu membuat saksi menjadi ketakutan

Pada pemeriksaan pertama itu lanjutnya, dirinya diperiksa dari pukul 09.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB. Saksi kemudian diminta oleh Rional menghubungi kepala sekolah lainnya yang belum dipanggil dan memfasilitasi.

Saksi mengaku saat itu sempat bertanya kepada terdakwa Rional memfasilitasi apa? Lalu dijawab oleh Rional, nantilah ketemu dengan Kasi Pidsus, terdakwa Ostar Alpansri. Lalu saksi diminta hadir lagi hari Senin tanggal 6. Sesuai jadwal, saksi datang sendiri atas permintaan terdakwa Rional.

Saat itu saksi tidak bertemu terdakwa Ostar, karena saat itu sedang mencari tahanan kabur. Lalu saksi diarahkan bertemu dengan Kasi Intel dan Kasi Datun. Lalu dirinya dibawa ke ruang Kasi Pidsus bersama terdakwa Rional.

Saat itu jaksa yang tak diketahui pasti oleh saksi apakah Kasi Intel atau Kasi Datun, mengatakan kepada dirinya bahwa kepala dinas bapak saja tak pernah masuk ke ruangan ini. “Kan terhormat bapak ni,” ujar jaksa tersebut.

Saksi merasa takut karena sendiri. Saksi diam dan ditanya oleh jaksa. “Jadi macam mana? Lalu ditanya jadi menurut bapak seperti apa? Jaksa sebelah kanan mengatakan katanya mau penyelesaian.

Saksi takut, jaksa yang berada di kanan saksi mengatakan ada dua penyelesaian kasus ini. Yakni dengan cara pengembalian kerugian negara dan membayar biaya perkara.

Dikatakan jaksa tersebut, kalau dalam tahap permintaan keterangan itu biaya perkaranya Rp100 Kalau tahap penyidikan Rp150 kalau sampai ke pengadilan Rp200. Kemudian saksi diminta berunding bersama delapan kepala sekolah lainnya yang dilaporkan LSM tersebut.

Saksi kemudian memanggil delapan kepala seolah lainnya tersebut dan menyampaikan yang disampaikan oleh jaksa tersebut. Saat itu lanjut saksi, kepala sekolah hanya sanggup membayar biaya perkara antara Rp1 juta hingga Rp2 juta. Namun setelah dirundingkan lebih jauh disepakati masing-masing kepala sekolah membayar Rp5 juta untuk biaya perkara.

Besoknya saksi menyampaikan kepada Jaksa Rional. Disebutkan kepala sekolah hanya sanggup membayar Rp5 juta sehingga sembilan orang menjadi Rp45 juta. Mendengar hal ini lanjut saksi, terdakwa Rional tertawa dan mengatakan jauh lagi pak. Terdakwa kembali menyampaikan tarif biaya perkara Rp100, Rp150 Rp200. Saksi mengaku baru paham makna Rp 150 tersebut adalah Rp150 juta.

Besoknya saksi kembali menyampaikan kepada delapan kepala sekolah yang dilaporkan perihal dana BOS tahun 2016. Saat itu sembilan kepala sekolah sepakat membayar Rp25 juta perorang. Besoknya saksi ke kejaksaan lagi dan menyampaikannya kepada terdakwa Rional.

Mendengar ini, terdakwa Rional tertawa dan mengatakan akan sampaikan ke pimpinan dulu. Terdakwa Rional keluar dari ruangannya dan datang lagi mengatakan Rp75 lah. Mendengar ini, aksi mengatakan “Dari mana kami dapat uang itu pak. Tak mungkin dana BOS kami ambil”.

Hingga akhirnya saksi menawarkan Rp45 juta. Lalu terdakwa Rional keluar lagi sambil mengatakan akan menyampaikannya ke pimpinan. Tak berapa lama, terdakwa Rional datang lagi mengatakan “Bapak naik 15 kami turun 15 jadi disepakati Rp60 juta. Saksi mengaku tidak tahu siapa pimpinan yang dimaksud terdakwa Rional, apakah Kepala Kejaksaan Negeri, terdakwa Hayyin Sutikno, atau terdakwa Kasi Pidsus Ostar Alpansri.

Setelah sepakat terdakwa Rional mengatakan pak Kajari mau ulang tahun perkawinan. bisa gak kawan kawan memberikan cindera mata. Saksi mengatakan apa cindera matanya, lalu dijawab terdakwa Rional HP sepasang. Sampai di luar Kantor Kejari, saksi menelpon kepala SMP 1 Siberida mengatakan sudah sepakat Rp60 juta cuma mereka (jaksa) minta cindera mata HP Ipon F2. kepala sekolah tersebut mengatakan mahal tu pak Eka sekitar Rp20 juta sepasang jadi Rp 40 juta.

Saksi sepakat yang penting masalah cepat selesai daripada berlarut larut. Sembilan kepala sekolah ini lanjutnya berupaya mencari uang Rp60 juta untuk memenuhi permintaan terdakwa Rional. ‘ang Rp60 juta itu bukan sedikit bagi kami guru ini pak hakim teman saya sampai menggadaikan ladangnya untuk mendapatkan Rp 60 juta it pak hakim,” ujar Eka Satria sambil menangis dan suara parau.

“Saya sendiri beruntung karena teman-teman saya masih percaya meminjamkan uang kepada saya, ada yang lima juga ada yang 10 juta. Sampai akhirnya hanya delapan orang yang sanggup memenuhi permintaan jaksa tersebut,” ujar saksi Eka.

Uang tersebut Rp6 juta x 8 orang total Rp480 juta diantar saksi ke Kejaksaan dan diambil saksi Rional di halaman kantor Kejari Inhu. Sementara satu kepala sekolah lainnya baru bisa memenuhi permintaan jaksa tersebut beberapa hari kemudian dan kemudian diserahkan saksi kepada terdakwa Rional.

Setelah penyerahan uang tersebut lanjut saksi, terdakwa Rional dan terdakwa Ostar meyakinkan dirinya bahwa tidak akan ada lagi nantinya yang akan memeriksa. Saksi kemudian diberikan list daftar jumlah uang pengembalian kerugian negara sembilan sekolah tersebut. Saksi dan lainnya diminta hnguk menyetirnya ke kas daerah dan buktinya dimasukkan ke dalam berkas.

Beberapa hari berlalu, terdakwa Rional kembali menghubungi saksi menyuruh saksi datang ke Kejari Inhu karena Kasi Pidsus, terdakwa Ostar ada perlu. Saksi kemudian datang dan ditunjukkan laporan LSM Tipikor Nusantara tentang pengelolaan dana BOS tahun 2017. Pada laporan tersebut ada dua sekolah hang menyimpang. Saksi kemudian diminta untuk menyampaikannya kepada dua kepala sekolah tersebut.

Saksi kemudian menyampaikannya dan meminta dua kepala sekolah tersebut untuk menemui terdakwa Rional dan Ostar. Belakangan saksi mendapat informasi kedua kepala sekolah tersebut membayar Rp25 juta masing-masing.

Awal April, terdakwa Rional kembali menghubungi saksi dan meminta datang ke Kejari Inhu bertemu Kasi Pidsus. Sesampainya disana, saksi ditunjukkan laporan LSM Tipikor Nusantara perihal pengelolaan dana BOS tahun 2018. Dalam laporan tersebut terdapat enam sekolah yang disebut menyimpang. Saksi kemudian diminta untuk menghubungi 6 kepala sekolah tersebut untuk datang.

Saksi mengatakan satu dari lima kepala sekolah tersebut sudah pensiun. Selain itu saksi juga tidak bisa menjamin apakah kepala sekolah tersebut akan hadir atau tidak, karena saat ini sedang diperiksa inspektorat terkait dana BOS tersebut. Namun saksi tetap menyampaikannya kepada lima kepala sekolah tersebut. Belakangan saksi mengetahui lima kepala sekolah tersebut menyetor masing-masing Rp35 juta.

Selang beberapa hari kemudian, terdakwa Rional kembali menghubungi saksi untuk bertemu Kasi Pidsus. Saat itu disampaikan bahwa jika inspektorat memeriksa satu persatu kepala sekolah tersebut, maka Kejaksaan juga akan memeriksa semua kepala sekolah tersebut. Kemudian disodorkan daftar sekolah hang jumlahnya 53 sekolah.

Melihat hal ini, saksi mengatakan jika demikian, ada sekolah yang dua kali menyetor. Sehingga ditandai sekolah hang sudah dan yang belum berjumlah 44 sekolah. Terdakwa Ostar lanjutnya mengatakan, jika saksi bisa memfasilitasi kepada 44 sekolah tersebut, Kejaksaan hanya minta antara Rp15 juta sampai Rp20 juta per sekolah.

Keesokannya, saksi menghubungi sekretaris MKKS meminta pertemuan dengan seluruh kepala sekolah tersebut. Saksi menyampaikan hal tersebut kepada kepala sekolah dan menyerahkan sepenuhnya kepada kepala sekolah. Selang beberapa hari 44 kepala sekolah menyerahkan masing-masing Rp15 juta dan memasukkannya kedalam kotak. Kepala sekolah tersebut meminta saksi untuk menyerahkannya kepada kejaksaan.

Saksi kemudian ke kejaksaan dan bertemu terdakwa Rional. Terdakwa menyuruh stafnya untuk mengambil uang dari dalam mobil saksi. Usai menyerahkan uang tersebut, saksi bertemu terdakwa Ostar menyampaikan uneg-unehnya. Saksi menyatakan dirinya sudah lelah dengan hal ini. “Saya sampaikan sampai kapan seperti ini pak. Lalu dijawab Ostar tunggulah sampak selesai Covid ini,” ujarnya.***(rn)