Otak politik layaknya organ utama yang menjadi pengendali semua fungsi, termasuk mengendalikan pergerakan, perasaan, dan pikiran kelompok human yang ditargetkan.
Pemecahan suatu masalah, baik dan buruk, benar dan salah, tergantung dari daya otak tersebut.
Daya pikir otak sangat dipenganruhi oleh jaringan, sel-sel otak (saraf) yang menghidupi dan memengaruhi kerja otak sebagai pengendali tubuh sebagai komponen utama.
Dengan demikian, maka otak politik yang baik, harus memiliki jaringan sel otak (saraf) yang baik pula. Jaringan tersebut adalah orang-orang yang menerima informasi dan memberikan informasi sebagai asupan otak.
Sebaliknya, kerja buruk organ inti itu menjadi sangat buruk akibat adanya kerusakan jaringan dan kematian pada saraf (neuron).
Komponen sistem saraf yang merupakan inti pergerakan terdiri dari sel saraf (neuron), sistem saraf pusat, dan sistem saraf tepi.
Sel Saraf Neuron
Neuron adalah sel yang memiliki kemampuan menerima impuls dan menghantarkan impuls.
Neuron dalam jaringan hubungan human dikategorikan sebagai massa penerima manfaat atas pergerakan sel inti hingga kemudian memberikan dukungan penuh untuk otak terus menetap dalam kepala (kekuasaan).
Neuron sel-selnya tidak boleh mengalami pembelahan. Sel-sel ini tidak boleh mati, karena jika sudah mati atau rusak maka neuron tidak dapat diganti, namun dia bisa mengganti otak politik yang bekerja buruk.
Dalam neuron ada tiga bagian, yakni badan sel sebagai pemberi pesan otak, dendrit sebagai pemberi rangsangan pergerakan, dan akson adalah pemberi manfaat agar neuron berjalan sesuai kehendak otak.
Tiga bagian ini saling berkaitan. Jika badan sel mengalami kerusakan atau mati, maka pesan yang diterima otak akan buruk.
Pesan yang buruk kepada otak akan menghasilkan rangsangan pergerakan yang merugikan hingga mengancam kerusakan pada neuron (bangsa).
Kondisi demikian terjadi saat ini, dalam kehidupan berbangsa di negara ini. Maka diperlukan jaringan baru untuk membentuk otak yang mampu menjadi pengendali penuh atas pergerakan, perasaan, dan pikiran bangsa.
Oleh Fazar Muhardi