Berkurban Buang Sifat “Kebinatangan”

sapi1Menyembelih hewan qurban secara fisik adalah menyembelih binatang yang hendak diqurbankan, tetapi secara non fisik adalah menyembelih sifat-sifat kebinatangan yang melekat pada setiap diri yang berqurban, seperti sifat serakah, mau menang sendiri, menindas yang lemah, dsb.

Sifat-sifat kebinatangan tersebut, secara simbolis disembelih oleh orang yang berqurban, sehingga sifat tersebut terlepas dan dilepaskan dari diri yang berqurban. Dengan demikian, lahir diri baru, individu baru, dan bahkan masyarakat baru, yang bersih dari sifat-sifat kebinatangan.

Inilah makna terpenting dari pelaksanaan ibadah qurban yang dilaksanakan oleh umat Islam setiap tahun. Ibadah ini sebenarnya ibadah kuno, tetapi merupakan ibadah yang relevan masa dahulu, relevan masa kini, dan bahkan relevan masa di yang akan datang.

Alhamdulillah, tiap tahun jumlah hewan yang dikurbankan terus meningkat. Ini menunjukkan semakin tingginya kesadaran umat untuk melaksanakan ibadah qurban.

Peningkatan orang berqurban dan hewan qurban ini adalah indikasi beberapa hal. Pertama, meningkatnya keimanan dan ketaqwaan masyarakat Rohul dalam memenuhi perintah Allah SWT, yang dalam konteks ini adalah ibadah qurban.

Kedua, meningkatnya kesejahteraan masyarakat, sebagai salah satu tolak ukur dari keberhasilan suatu Daerah dalam mengentaskan masyarakatnya dari kemiskinan. Perlu diketahui bahwa kewajiban berqurban adalah bagi orang-orang yang mampu, sedang bagi yang tidak mampu, maka tidak diwajibkan. Ketika banyak orang berqurban, itu berarti bahwa kesejahteraan masyarakatnya meningkat.

Ketiga, meningkatnya rasa kepedulian social masyarakat, khususnya kepedulian antara yang berpunya dengan yang tidak berpunya, dengan demikian maka akan terjalin hubungan yang harmonis dan sinergis antara semua pihak, khususnya yang berpunya dengan yang tidak berpunya.***

Oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Rokan Hulu: Drs H Ahmad Supardi Hasibuan, MA