Pekanbaru (SegmenNews.com) – Untuk mengungkap dugaan Korupsi Penyimpangan Jasa Pandu Jasa Tunda dan Jasa Labuh yang dikelola oleh Perusahaan Daerah (PD) Pelabuhan Dumai Bersemai (PDB), tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, memeriksa dua pegawai PD PDB Dumai yakni inisial R dan KA. Keduanya diperiksa sebagai saksi dalam perkara itu.
“Dua orang itu adalah inisial R diperiksa oleh jaksa penyidik Meisner Manalu SH dan inisial KA diperiksa oleh jaksa penyidik Sepni Yanti SH. Keduanya masih diperiksa sebagai saksi,” kata Kasi Penkum dan Humas Kejati Riau Mukhzan SH, Senin (29/9/14).
Menurut Mukhzan, kasus dugaan korupsi penyimpangan jasa Pandu Jasa Tunda dan Jasa Labuh yang dikelola oleh PD PDB Dumai tersebut masih dalam penyelidikan Tim Pidsus Kejati Riau. “Kasus itu mulai kita selidiki atas laporan masyarakat,” ucap Mukhzan.
Informasi dihimpun, PD PDB Dumai bergerak sejak 2004 lalu dan bekerjasama dengan empat pelabuhan milik empat perusahaan di Dumai. Yakni PT Kawasan Industri Dumai, PT Semen Padang, PT Sari Dumai Sejati, dan PT Pasific Indopalam Industri.
Dalam perjalanannya, ternyata PD PDB Dumai belum mendapat pelimpahan kewenangan untuk melakukan pemanduan dari Kementerian Perhubungan. Dasar kegiatan mereka hanya dilakukan berdasarkan nota kesepahaman penyedia jasa pada 17 Juli 2009,
sedangkan tiga perusahaan lagi tidak melakukan kerjasama.
Selama beroperasi, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari PD PDB pada 2010 sekitar lebih dari Rp 4,5 miliar lebih. Setahun kemudian hanya sebesar Rp 2,77 miliar. Namun, pihak PD PDB tidak menagih denda keterlambatan agen tahun 2010 dan 2011 senilai Rp 20,18 miliar lebih. Kemudian Perusahaan Daerah tersebut juga tidak menyetorkan retribusi ke kas daerah.
Lalu, PNBP sebesar Rp 10,56 juta juga belum disetor. Selanjutnya PD PDB juga kurang membayar pajak penghasilan Badan Usaha Rp 410,11 juta lebih dan pembayaran pajak penghasilan jasa produksi Rp 151,63 juta. Selain itu PD PDB juga kurang Pembagian laba untuk Pemko Dumai yang diperhitungkan Rp 1,88 miliar lebih.
Red :Achir
Sumber :Merdeka.com