Mafia Hutan Lindung dan Pengancaman Kadishutbun Rohul

Hutan gundul (ilustrasi)
Hutan gundul (ilustrasi)

Rokan Hulu (SegmenNews.com)- Terbersit diingatan jika mendengar kata hutan lindung, pastinya terbayang hamparan hutan yang ditumbuhi pepohonan lebat, masih perawan dan belum terjamah oleh manusia. Namun kenyataanya di Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau, hutan itu tak lagi rimbun.

Padahal hutan yang dilindungi oleh Negara itu sangat berarti untuk mengatasiglobal warming (pemanasan global). Namun, tanpa bisa dihentikan, sedikit demi sedikit 265 ribu hektare hutan lindung kebanggan masyarakat Rokan Hulu berubah menjadi perkebunan kelapa sawit, yang dilakukan oleh mafia hutan.

Di Mahato, Kecamatan Tambusai Utara saja, 28 ribu hektare hutan lindung sudah habis dibabat oleh mafia hutan dari perusahaan dan sekelompok oknum, diubah menjadi perkebunan kelapa sawit, tentu hasilnya sangat menggiurkan oknum-oknum tak bertanggung jawab itu.

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Kadishutbun), Sugiyarno sendiri kepada wartawan, Jum’at (3/10/14) mengakui itu. Katanya hutan lindung Mahato sudah habis dibabat. Sementara hutan lindung di Bukit Suligi juga nyaris habis dibabat oknum.

Saat ditanya berapa hektare sisa hutan lindung di Rokan Hulu, Sugiyarno terdiam, seolah-olah hutan lindung tak lagi tersisa.

“Data jelasnya sisa hutan lindung belum diketahui,” ujarnya seraya menyampaikan susah menghitungnya karena ada ditengah- tengah perkebunan oknum juga.

Untuk mengambil tindakan pihaknya harus telaten terkait hukum, karena tidak ingin dipraperadilankan dan dipetunkan seperti yang dialaminya sebelumnya.

Ketika ditanya sejauh mana tupoksinya dalam pengendalian dan pengamanan hutan di Mahato, dia mengaku kesulitan memasuki wilayah hutan lindung Mahato karena rombongan sering dihadang oleh oknum seolah-olah mereka menjadi pengganggu. Apalagi perusahaan itu sudah membabat hutan semasa masih Kabupaten Kampar (sebelum pemekaran Rokan Hulu).

“Sulit masuknya (hutan lindung mahato), kami dihadang seolah-olah kami ini musuh. Harus inilah, itulah,” jelas Sugiyarno.

Sugiyarno juga mengaku pernah diancam keselamatannya saat ekspos Mahato dan mengirim surat ke Kementerian Kehutanan. “Setiap saya ekspose saya diancam,” aku Sugiyarno seraya mengatakan isi ancaman ‘Jangan kau buat (ekspose) kalau mau selamat’.

Ancaman terhadap dirinya sering kali terjadi dengan nomor yang berbeda-beda, mulai dari sms yang tidak bernomor hingga nomor pribadi seseorang.

Sementara untuk menyelamatkan fungsi hutan lindung kembali, pihaknya tak bisa bekerja sendiri, harus ada kerjasama antara pihak Provinsi maupun Pusat. Sebab untuk mengatasi itu dibutuhkan biaya yang cukup banyak. Kenyataannya hingga sekarang hal itu belum terwujud.***(ran)