Presiden Larang Menteri Beli Mobil Dinas Pakai APBN, Bagaimana Dengan Daerah?

Mobil dinas yang baru dibeli Pemprov Riau, baru-baru ini, menumpuk di halaman belakang kediaman Gubernur Riau.
Mobil dinas yang baru dibeli Pemprov Riau, baru-baru ini, menumpuk di halaman belakang kediaman Gubernur Riau.

Jakarta (SegmenNews.com)-Presiden Joko Widodo melarang para menteri membeli mobil dinas menggunakan dana APBN. Ia menekankan agar para menteri melakukan efisiensi dalam penggunaan anggaran. Masyarakat berharap kebijakan ini juga diikuti Gubernur, bupati dan walikota di daerah.

Jokowi meminta agar para menterinya melakukan efisiensi baik terhadap anggaran belanja operasional, belanja modal, ataupun belanja barang yang tidak prioritas. Dalam APBN 2016, belanja pegawai kementerian dan lembaga (K/L) dialokasikan sebesar Rp347,5 triliun (26%), belanja barang Rp325,4 triliun (25%), belanja modal Rp201,6 triliun (15%), dari total belanja negara sebesar Rp1.325,6 triliun.

“Lakukan efisiensi. Nanti kita akan berbicara di APBNP masalah efisiensi. Baik yang berkaitan dengan belanja operasional, belanja barang yang tidak prioritas dan belanja modal yang tidak prioritas misalnya kayak mobil. Saya kira ini nanti secara detail akan kita bicarakan,” katanya di Gedung Utama Kementerian Sekretaris Negara, Jakarta, Kamis (7/4/2016).

Selain itu, mantan orang nomor satu di DKI Jakarta ini juga menginstruksikan untuk melakukan reformasi dalam perencanaan anggaran di kementerian dan lembaga. Setiap menteri dan kepala lembaga wajib mengendalikan anggaran di kementerian dan lembaga yang dipimpinnya.

“Jangan sampai (rancangan anggaran) diserahkan kepada bawahnya, pengendalian anggaran. Sekali lagi, hal-hal yang lama mengenai rancangan anggaran tidak boleh lagi disusun rata,” imbuh dia.

Perencanaan anggaran, sambung Jokowi, juga harus difokuskan pada program yang memberikan manfaat serta multiplier effect yang besar kepada masyarakat dan dunia usaha. ‎”Fokus pada apa yang kita kerjakan. Tidak perlu banyak program, konsentrasi pada program yang jelas dan bermanfaat bagi rakyat, dirasakan oleh rakyat dan menciptakan multiplier effect kepada dunia usaha, kepada masyarakat,” tegasnya.

Para menteri juga tidak boleh lagi menggunakan kalimat bersayap dalam nomenklatur anggaran. Pasalnya, kalimat yang tidak jelas (absurd) akan membuat program menjadi tidak jelas tujuan dan peruntukannya.

“Langsung to the point saja. Saya kira sudah berulang kali saya sampaikan. Istilah yang berkaitan dengan pemberdayaan, peningkatan, hilangkan, dan masuk kepada hal yang ingin kita lakukan,” pungkas Jokowi.

Sementara Agus, warga Pekanbaru, Provinsi Riau, berharap kebijakan ini juga diikuti Gubernur, bupati dan walikota di daerah. “Sebelumnya kita lihat, Pemprov Riau membeli sekitar 50 mobil dinas Nissan X-TRAIL, namun  siapa-yang akan memakainya belum jelas, sehingga menumpuk di halaman kediaman Gubernur Riau. ‘Tentunya ini sangat miris, disaat masyarakat kesulitan ekonomi, sementara pemerintah malah membeli mobil yang kebutuhan nnya belum urgen dan terkesan mubazir,” ujarnya.(hasran/sind)