Kematian seekor harimau Sumatera (phantera tigris sumaterae) di lahan PT Arara Abadi, Pelalawan mendapat sorotan Greenpeace Asia Tenggara. LSM internasional ini mensinyalir satwa langka ini sengaja dibunuh untuk kepentingan tertentu.
Oleh sebab itu, Greenpeace minta aparat hukum mengusut kasus kematian harimau tersebut. Juru bicara Greenpeace Asia Tenggara Rusmadya menyayangkan lemahnya perlindungan satwa langka di Indonesia. Menurut Rusmadya, habitat harimau di Sumatera saat ini terancam ekspansi perkebunan besar dan perburuan liar.
“Pemerintah harus menyelidiki kasus kematian harimau di Pelalawan. Tujuannya agar ada sanksi yang tegas untuk pembunuh satwa langka. Jika tidak, kasus serupa akan terus terulang tanpa terkendali,” kata Rusmadya, Selasa (5/7).
Populasi harimau Sumatera terus menurun. Greenpeace memperkirakan jumlah harimau liar di Riau tersisa hanya 80 ekor. Jika tidak ada pengawasan, Greenpeace khawatir harimau Sumatera punah karena terus diburu.
“Populasi satwa dilindungi ini semakin sedikit. Harimau Sumatera menunggu kepunahan apabila tidak ada perlindungan yang serius,” kata Rusmadya.
Harimau Sumatera ditemukan terjerat di jebakan babi, Sabtu (2/7) lalu dan mati di Desa Bukit Kesuma, Kecamatan Pangkalan Kuras, Pelalawan. Harimau jantan berusia 1,5 tahun ini terlambat mendapat bantuan penyelamatan. Petugas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau berusaha menyelamatkan harimau, namun gagal karena terbatasnya alat dan sulitnya medan perkebunan. (asr)