Perkuat KPPU, DPR RI Sahkan RUU Larangan Praktik Monopoli. Berikut 7 Subtansinya

Jakarta(SegmenNews.com)- Paripurna DPR RI menyetujui memperkuat KPPU setelah melalui proses pembahasan di DPR RI, Jumat (28/4/17).

DPR RI dalam Rapat Paripurna telah mengesahkan RUU Usul Inisiatif Komisi VI DPR RI tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menjadi Usul Inisiatif DPR RI.

Ketua Panja RUU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Azam Azman Natawijana menjelaskan, setidaknya terdapat 7 subtansi baru dalam RUU Persaingan Usaha ini, yaitu :

Pertama, memperluas definisi pelaku usaha agar dapat menjangkau pelaku usaha yang berdomisili hukum di luar wilayah Indonesia.

Diharapkan, dengan RUU ini dapat menjangkau perilaku anti persaingan dalam platform bisnis baru berbasis digital seperti e-commerce, e-procurement, e-payment, dan bisnis berbasis online lainnya.

Kedua, mengubah notifikasi merger dari kewajiban untuk memberitahukan setelah merger (post merger notification) menjadi kewajiban pemberitahuan sebelum merger (pre merger notification).

Ketiga, mengubah besaran sanksi yang selama ini menggunakan nilai nominal besaran tertinggi dalam rupiah menjadi prosentase sekurang-kurangnya 5% dan setinggi-tingginya 30% dari nilai penjualan dalam kurun waktu pelanggaran terjadi.

Keempat, pengaturan mengenai pengampunan dan/atau Pengurangan Hukuman (Leniency Program), sebagai strategi yang efektif dalam membongkar kartel dan persaingan usaha yang tidak sehat dalam jangka panjang.

Kelima, memunculkan pasal yang mengatur tentang penyalahgunaan posisi tawar yang dominan pada perjanjian kemitraan dimana pengaturan ini bertujuan sebagai instrumen hukum perlindungan pelaksanaan kemitraan yang melibatkan UMKM.

Keenam, dalam upaya meningkatkan efektifitas pelaksanaan fungsi penegakan hukum yang dilakukan oleh KPPU, RUU ini mengatur ketentuan yang memungkinkan KPPU untuk meminta bantuan Kepolisian guna menghadirkan Pelaku Usaha yang tidak kooperatif.

Terkait efektifitas Putusan KPPU, RUU ini mengatur ketentuan kewenangan KPPU menjatuhkan sanksi administratif berupa rekomendasi pencabutan izin usaha terhadap pelaku usaha yang melanggar larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Ketentuan lebih lanjut terkait hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Apabila terdapat Putusan KPPU berupa denda, yang sudah berkekuatan hukum tetap dan tidak dilaksanakan oleh para pihak menjadi piutang negara, maka RUU ini mengatur ketentuan bahwa lembaga piutang negara berkewajiban menyelesaikan pelaksanaan Putusan tersebut.

Selanjutnya, bagi setiap orang dan/atau korporasi yang dengan sengaja mencegah, menghalangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung KPPU dalam melaksanakan proses investigasi dan/atau pemeriksaan, RUU ini mengatur ketentuan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan.

Ketujuh, dengan amanat yang semakin berat kedepan baik dalam internalisasi nilai-nilai persaingan usaha yang sehat maupun dalam penegakan hukum persaingan usaha, maka dipandang perlu untuk memperkuat kelembagaan KPPU dan menempatkannya dalam sistem ketatanegaraan Bangsa Indonesia sejajar dengan Lembaga Negara lainnya.

Penguatan kelembagaan KPPU ini, tentunya harus didukung pula dengan Kesekretariatan Jenderal yang terintegrasi, dengan tata kelola pemerintah sehingga mampu memberikan dukungan pelaksanaan tugas Anggota KPPU. Baik secara substansi maupun dalam pengelolaan anggaran yang bersumber dari APBN.

Menanggapi hal ini, Ketua KPPU, Syarkawi Rauf menyampaikan apresiasi atas kinerja DPR dalam menyelesaikan RUU Persaingan Usaha.

“Ini bentuk komitmen DPR untuk terus mengawal demokrasi ekonomi demi kesejahteraan rakyat,” tegas Syarkawi.

Selanjutnya pembahasan RUU Persaingan Usaha ini akan dilakukan dengan Pemerintah.

“Kami mengharapkan agar proses pembahasan dengan pemerintah dapat berjalan dalam waktu tidak terlalu lama guna memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha,” tutup Syarkawi.***(rls/ran)