“Kalau memang ini untuk kepentingan masyarakat. Mereka (Pansus RTRWP) harus membukanya,” tegasnya.
Kemudian, dilanjutkan Randy, di SK nomor 673 , kawasan di Kecamatan Tanjung Medan, Kabupaten Rokan Hilir sebenarnya masuk wilayah Riau. Namun di SK 878 Kementerian, itu masuk perbatasan Sumatera Utara bukan di wilayah Riau lagi.
“Usut punya usut, ternyata ada perusahaan asing milik Sumatera Utara disana. Siapa yang bermain disitu? Kita pertanyakan,” imbuhnya.
Runtutan SK-SK ini selalu dijadikan pansus dalam menyusun RTRWP yang akan disahkan. Sampai hari ini belum ada RTRWP yang sah. “Menurut kami kenapa bisa gagal, karena mereka memang belum siap,” ujarnya.
BEM UNRI meminta Pansus membuka hasil kerja mereka. Sebab, kata Randy, dalam UUD nomor 26 tahun 2007, sudah menjamin keterbukaan informasi, melalui sistem teknologi dan informasi.
Dengan demikian semua masyarakat bisa mengakses hasil kerja Pansus. “Kalau mereka tidak membuka berarti mereka takut ada masalah nanti yang akan diprotes oleh masyarakat,” cetus Randy.
Menurutnya, seharusnya data RTRWP harus dibuka dan dibahas dahulu bersama LAM, aktifis dan semua pihak terkait. Jika memang ditemukan kejanggalan, bisa dilakukan investigasi bersama. Sehingga hasilnya memang benar-benar untuk kepentingan masyarakat.***(hasran)