PHK tersebut cenderung dilakukan secara sepihak dengan mengabaikan hak-hak pekerja, seperti yang di alami oleh 52 orang pekerja devisi transportasi yang tidak mendapatkan kompensasi atas keterlambatan pembayaran upah pekerja sebesar Rp. 562.307,200.
Padahal jumlah tersebut harus di bayarkan kepada pekerja PT. Laut Jawa Makmur Sejati yang merupakan subkontraktor EMP Malacca Strait, sesuai dengan penetapan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kepulauan Meranti No: 560/DSTKT/2015/367 tanggal 13 November 2015 yang lalu.
Dibalik kondisi tersebut, tambah Isnadi, tahun 2018 ini EMP Malacca Strait mulai memprogramkan untuk mengeksplorasi lebih kurang 6-7 sumur minyak baru di wilayah kerjanya yaitu, di Kecamatan Tebing Tinggi Barat Kabupaten Kepulauan Meranti, Kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak dan Kecamatan Bantan di Kabupaten Bengkalis.
Saat ini sedang dalam persiapan untuk melakukan whell service (perbaikan sumur minyak) yang sudah ada dengan menggandeng PT. Bintang Energi Pratama (BEP) sebagai mitra bisnisnya.
Namun ada hal yang tidak wajar ketika membaca surat pengumuman rekrutmen pekerja tanggal 7 Juni 2018 yang di kirimkan ke Camat Merbau dan ditembuskan ke Field Manager EMP oleh perusahaan tersebut.
Dimana untuk kelengkapan alat pelindung diri berupa safety helmet, sepatu, kaca mata dan pakaian kerja tidak disediakan oleh perusahaan sedangkan peralatan tersebut merupakan pelindung untuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang itu di atur melalui Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan tentunya juga di titik beratkan melalui Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) Sektor Migas.