Dinilai Korupsi Kebun K2I Riau, Jaksa ‘Seret’ Direktur PT GEP ke Pengadilan. Ini Dakwaannya…

Pekanbaru

Terdakwa diadili di Pengadilan Tipikor Pekanbaru
Terdakwa diadili di Pengadilan Tipikor Pekanbaru

(segmenNews.com)-Direktur Utama PT Gerbang Eka Palmina, Miswar Chandra, Rabu (2/11/16), diadili di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Ia didakwa melakukan tindak pidana korupsi proyek Kebun K2I Dinas Perkebunan Provinsi Riau sebesar Rp26 miliar, tahun 2006-2011.

Dihadapan majhskim yang diketuai Raden Heru SH, Jaksa Penuntut Umum, Sumriadi SH, menyebutkan,  terdakwa Miswar Candra melanggar Pasal 2, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Terdakwa merupakan kontraktor di Dinas Perkebunan (Disbun) Riau itu terjadi tahun 2006 hingga 2010. Ketika itu, Pemerintah Provinsi Riau melalui Dinas Perkebunan menganggarkan dana program perkebunan untuk Pengentasan Kemiskinan Kebodohan dan Infrastruktur (K2I),  sebesar Rp217,3 miliar. Dana untuk pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit seluas 10.200 hektare di Riau.

Untuk pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit ini. PT GEP memenangkan tender selaku rekanan. Berdasarkan Perjanjian Kerjasama Kontrak Induk tanggal 15 Desember 2006, dilaksanakanlah pekerjaan dengan berpedoman kepada Term Of Reference (TOR). Pelaksanaan pengembangan perkebunan sawit dengan pola kemitraan usaha patungan berkelanjutan.

Pada 18 Desember 2006, dibuat perjanjian kerjasama tahunan (kontrak anak) antara pihak pertama dan kedua dengan nilai Rp45,5 miliar lebih. Uang muka dicairkan sebesar 20 persen atau Rp9,1 miliar lebih.

Selanjutnya tahun 2007, pekerjaan dilanjutkan dengan Surat Perjanjian Kerjasama Pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan dan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Program K2i dengan nilai kontrak Rp73,2 miliar. Dalam pelaksanaannya, penanaman hanya dilakukan seluas 534 hektare.

Seharusnya sampai tahun 2007, penanamanan sudah seluruhnya yakni 10.200 hektare Namun capaian fisik hanya 6,65 persen karena dana cair baru 20 persen dari nilai kontrak atau Rp14,6 miliar lebih.

Meski realisasi fisik tidak sesuai kontrak tapi tahun 2008, pembangunan dan pengembangan perkebunan kelapa sawit tetap dilanjutkan. Hal itu dikuatkan dengan surat perjanjian dengan nilai kontrak Rp39 miliar lebih.

Pada tahun 2007, kontraktor melaksanakan beberapa item pekerjaan yang tidak tertuang dalam kontrak dan agar dapat dilakukan pembayaran pekerjaan. Susilo selaku Pengguna Anggaran tahun 2008 menandatangani amandemen perjanjian kerjasama kontrak induk dan addendum yang bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003.

Sampai berakhirnya tahun anggaran 2008, progres fisik pekerjaan 11,846 persen dengan jumlah lahan yang tertanam seluas 1.441 hektar. Namun Susilo tanpa meminta pertanggungjawaban uang muka yang sudah diterima PT GEP tahun 2006 dan 2007 sebesar Rp23,7 miliar lebih, justru mencairkan dana tahun 2008 sebesar Rp38,8 miliar sehingga uang yang diterima PT GEP Rp62,6 miliar lebih.

Selanjutnya tahun 2009, PT GEP melanjutkan pembangunan tanpa ada kontrak. Akibat perbuatan itu negara dirugikan Rp28 miliar.***(Hasran)