Jeritan Gadis Kecil Dari Aleppo “Tolong Berhenti Membom Kami”

Aleppo

Gadis Aleppo mencurahkan jeritannya melalui Twitter-nya
Gadis Aleppo mencurahkan jeritannya melalui Twitter-nya

 (SegmenNews.com)– Kicauan-kicauan Bana Alabed di Twitter mencuri perhatian dunia. Gadis cilik berusia tujuh tahun itu melaporkan kehidupan sehari-harinya di Aleppo, Suriah, lewat media sosial dengan logo seekor burung tersebut.

Akun Twitter Bana langsung mendapatkan puluhan ribu pengikut sejak mulai berkicau sekira dua pekan lalu. Seluruh kicauan Bana diketik oleh ibunya, Fatemeh, dalam bahasa Inggris. Semua kicauan adalah cerminan isi kepala Bana, kecuali yang diberi tanda khusus oleh Fatemeh.

“Saya butuh perdamaian. Saya tidak bisa keluar karena pengeboman. Tolong, berhenti mengebom kami,” bunyi kicauan pertama akun Twitter @AlabedBana yang mencuri perhatian dunia, sebagaimana dikutip Independent, Selasa (4/10/2016).

“Saya punya cita-cita menjadi seorang guru, tetapi perang ini membunuh impianku. Tolong, hentikan pengeboman. Biarkan saya belajar bahasa Inggris dan Matematika,” bunyi kicauan Bana lainnya.

Niat mulia Fatemeh membantu sang putri berkicau di Twitter justru mendapatkan kecaman. Ia dianggap menggunakan putri sulungnya itu untuk menyampaikan pesan-pesan politik. Namun, ia mengaku seluruh kicauan tersebut datang dari lubuk hati terdalam.

Bana berinisiatif untuk mengabarkan kondisinya di Aleppo Timur lewat Twitter karena tidak mengerti lagi bagaimana meminta pertolongan kepada dunia. Bana disebut Fatemeh hanya ingin dunia mendengar suaranya.

“Kami bukanlah teroris. Kami bukan ISIS. Kami hanya orang-orang tak berdosa yang terperangkap di sini,” tutup perempuan yang fasih berbahasa Inggris itu. Kemampuan itu diperoleh Fatemeh lewat bangku kuliah program studi bahasa Inggris.

Puluhan ribu warga tak berdosa terkepung antara pasukan pemerintah Suriah yang didukung oleh Rusia dan pasukan pemberontak. Pasukan pemerintah tak henti-hentinya menggempur Aleppo Timur yang dikuasai oleh pasukan pemberontak. Keadaan makin buruk setelah kesepakatan gencatan senjata berakhir pada 19 September 2016 dan truk bantuan kemanusiaan tak luput dari sasaran serangan udara. (okz)