Indonesia Bayar Diyat, Satinah Terbebas dari Hukuman Pancung

Satinah (kiri)SegmenNews.com– Jumlah uang darah untuk membebaskan Satinah, TKI yang divonis hukuman mati di Arab Saudi, sebesar SAR 7 juta atau sekitar Rp 21 miliar telah disetujui setelah diadakan perundingan.

Hal ini diungkap Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Gatot Abdullah Mansyur Kamis siang (03/04) setelah mengikuti rapat di Kemenkopolhukam dengan Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menlu Marty Natalegawa dan Menakertrans Muhaimin Iskandar.

Dari uang diyat SAR 7 juta tersebut, tiga juta diantaranya berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara sedangkan sisanya berasal dari donatur di Indonesia, Arab Saudi dan asosiasi pengerah tenaga kerja.

“Yang sudah disetorkan di pengadilan sekarang ini lima juta Riyal. Jadi tinggal akan memproses dua juta Riyal itu dalam satu, dua hari ini,” kata Gatot kepada Rizki Washarti dari BBC Indonesia.

Tenggat waktu pembayaran uang darah adalah hari Kamis siang (03/04) dan masih dalam proses negosiasi mengenai kapan dan bagaimana sisa uang akan dibayar.

Proses hukum

Dengan pembayaran uang diyat, Satinah akan terbebaskan dari hukuman pancung. Meski demikian, kasus Satinah belum sepenuhnya selesai.

“Nanti Satinah akan menghadapi pengadilan hak umum yaitu pelanggaran terhadap negara. Kalau yang kemarin itu kan pelanggaran antarpersonal. Artinya sejauh mana, Satinah itu menggangu ketertiban umum dengan melakukan pelanggaran hukum itu,” tambah Gatot.

Sementara itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan pemerintah seharusnya tidak membayar uang diyat untuk Satinah.

“Dimana letak keadilan, bagi kita rakyat Indonesia yang berada di sini (Indonesia). Kalau misalnya uang pajak itu digunakan untuk pembayaran diyat yang seharusnya dilakukan secara kontraktual,” ucap Hikmahanto.

Ia juga khawatir pembayaran diyat akan menimbulkan kesan pemerintah Indonesia bersedia membayar berapapun, sehingga akan ada pihak yang meminta uang diyat tinggi di masa datang dan tidak menimbulkan efek jera.

Klik Satinah, tenaga kerja Indonesia asal Ungaran, Jawa Tengah, divonis hukuman mati tahun 2010 karena dinyatakan terbukti membunuh majikan perempuannya.***

Red: has
sumber: bbc.co.uk