Pantaskah Narapidana Koruptor dan Narkoba Menerima Remisi?

Pantaskah Narapidana Koruptor dan Narkoba Menerima Remisi?
Pantaskah Narapidana Koruptor dan Narkoba Menerima Remisi?

Jakarta(SegmenNews.com) – Pemberian remisi untuk narapidana Koruptor  dan Narkoba bukanlah sebuah solusi untuk mengatasi kerusuhan dalam suatu lapas, yang saat ini terjadi overkapasitas di berbagai Lapas.

Kementerian Hukum dan HAM diminta untuk mencari solusi yang lebih komprehensif daripada pemberian remisi.

“Peristiwa kerusuhan Lapas terus menerus dikaitkan remisi padahal tidak ada hubungannya sama sekali antara remisi dan kerusuhan di lapas,” kata Wakil Direktur Center for Detention Studies Gatot Goei dalam sebuah diskusi di Jakarta, belum lama ini.

Daripada memberi remisi untuk napi narkoba, Gatot menyarankan agar Menkumham fokus saja membenahi berbagai masalah yang ada di dalam lapas seperti overkapasitas, terbatasnya petugas, dan keadilan bagi para narapidana.

“Kita pertanyakan wacana pemberian remisi ini yang justru datang dari dalam Menkumham sendiri,” ucap Gatot.

Sementara Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyoroti napi koruptor yang juga akan mendapatkan remisi apabila napi narkoba mendapatkan remisi.

Sebab, saat ini napi kasus narkoba, koruptor dan terorisme yang masuk ke pidana khusus diatur dalam aturan yang sama, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

“Upaya merevisi PP 2009 tahun 2012 ini oleh teman-teman masyarakat sipil dianggap meringankan koruptor. Sudah vonis ringan, dikasih remisi dan pembebasan bersyarat,” ucap Arsul.

Seperti yang direncanakan Kanwil Kemenkumham Jabar, akan memberikan remisi selama dua bulan masa tahanan kepada terpidana kasus penggelapan pajak Gayus Tambunan.

Menurut anggota Komisi III DPR Muhammad Syafi’i, pemberian remisi kepada Gayus Tambunan menyalahi perundangan yang ada. Prasyarat berkelakuan baik tak cukup untuk memperingan hukuman terpidana kelas kakap ini.

“Kalau ada Kanwil yang usulkan remisi itu, artinya ya melanggar aturan,” katanya, seperti dilansir metrotv.news.

Menurutnya, Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang berisi pengetatan remisi bagi terpidana kasus korupsi, narkoba, dan terorisme masih berlaku hingga ini. Dan Gayus tergolong koruptor yang merugikan keuangan negara.

“Kalau sudah ada yang melakukan (pemberian remisi)-nya, berarti tidak punya landasan hukum,” cetus pria yang akrab dipanggil Romo itu.

Terlepas dari itu, pihaknya menyarankan sejumlah revisi di PP 99/2012 ini. Di antaranya, pembagian kategori korupsi berdasarkan besaran kerugian negaranya. Ini demi menyiasati Lapas yang semakin kelebihan penghuni. “Kalau korupsi Rp 2 juta sih cukup kembalikan saja, beri denda, tidak perlu dipenjara. Tapi kalau Gayus, ini udah parah banget. Harus dihukum berat,” tandas anggota Fraksi Partai Gerindra ini.

Sebelumnya, Kanwil Kemenkumham Jabar untuk sementara mencatat adanya usulan remisi lebaran 2016 bagi 9.448 narapidana. Salah satunya, Gayus Tambunan, yang rencananya mendapat remisi 2 bulan. Selain itu, ada 27 napi korupsi lainnya yang menerima potongan masa tahanan mulai dari 15 hari hingga 2 bulan.

Dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (29/6), Menkumham Yasonna Laoly menyatakan, pihaknya tetap bakal mengkaji dengan ketat soal pemberian remisi Hari Raya Idul Fitri untuk napi kasus korupsi. Panduannya ada pada PP No. 99 Tahun 2012.

Artinya, tak cuma berkelakuan baik saja. Syarat, misalnya, bekerjasama dengan penegak hukum pun wajib dilihat. “Sedang dikaji Ditjen PAS,” ucap dia.***(mtrnews)